Selasa, 13 September 2011

KUNCUP-KUNCUP CINTA

Wajah Listy merah merona ketika Dumi mengungkapkan isi hati nya.Listy benar-benar tak menyangka secepat itu Dumi mengatakan cinta kepadanya. Padahal baru satu kali pertemuannya. Pertama kali di rumahnya.Ketika Andre datang kerumahnya dan mengenalkannya.Dan sekarang pertemuan yang ke dua ini.Listy benar-benar terkejut di buat nya.
“ Aku benar-benar suka sama kamu” Yakin Dumi dengan sorot mata yang tajam.
Listy hanya diam kaku.Seakan darahnya tak mengalir di tubuhnya.“ Tapi kan ,kita baru ketemu” Jawab Listy gugup.
“ Pertemuan kita memang baru, tapi hati kita telah mengenal lama” Dumi begitu gencar meyakinkan Listy.Dua bulan lalu mereka memang sudah saling menyapa via sms.Andre lebih dulu memberikan nomor Listy pada Dumi .Sebelum akhirnya Andre mengajak dan mengenalkannya langsung kepada Listy di rumahnya.Dulu, Dumi memang enggan bila Andre mengajaknya untuk main kerumah Listy. Namun kali ini Dumi tak bisa menolaknya.Andre memaksa Dumi untuk menemani nya. “Hayoo lah..” Paksa Andre. “ Ntar cepet tua loh di kantor mulu” Tanpa menunggu jawaban dari mulut Dumi dia sudah menarik tangannya. Dumi sampai terperanjat dan hampir jatuh dari duduknya..Bergegas Andre dan Dumi berpacu setelah waktu menunjukan pukul delapan malam.
Sementara itu Listy yang tak tahu akan kedatangan Andre. Terkejut di depan pintu.
“ Tumben lu kerumah gw” Tanya Listy setelah melihat Andre. Dan Andre hanya tersenyum menimpali Tanya Listy.
“ Dumi , woy…… sini lah ” Teriak Andre ,
“ Lu sama siapa???” Malah Listy yang terkejut.
“ Kawan.. gw..!!” Entengnya. “ Tuh…di depan lagi di motor” Liriknya “ Lu ganti baju dulu sana, masa tampil begini”
“ Lah memangnya kenapa???”
“ Nggak enak aja di liatnya”
“ Lagian lu nggak bilang-bilang mau ke rumah gw” Cetus nya “Sebentar gw ganti baju dulu” Listy menutup pintu membiarkan Andre menunggu di depan .Dan sudah kembalin lagi di depan pintu.
“ Oh yah,nih kenalin kawan gw..”
“ Dumi…” Dumi mengulurkan tangan nya tanpa aba-aba .Dan Listy menyambutnya.
“ Listy .” Jawabnya pelan “Masuk yuk.Silahkan duduk,.Maklum lah rumahnya begini” Listy melangkah kedalam untuk mengambilkan air minum.Dan sudah kembali lagi duduk di depan Andre.
“ Gimana cantik kan ” Bisik Andre.kepada Dumi.
“ Hmm..Gimana yah??? Cantik, ” Dumi menjawab pelan.Listy hanya diam tak mengerti yang di bicarakan. “ Mata yang indah, sejuk, begitu sempurna.”ceracau batinnya.Diam-diam Dumi mencuri pandang kepada Listy yang duduk manis di depannya.” Ternyata.. ini orang nya yang bersembunyi di balik sms nya”.
Ada benak yang terpukau pesona pada Listy. Seakan Listy telah lama di kenalnya. Listy begitu meng-anggun bermain di fikiran nya. Bagai lentera Listy menerangi redup sisi hati nya..
Dari situlah Dumi merasa yakin akan hati nya.Begitu membara cinta di hatinya. Dan waktu pun di buru pada pertemuan yang ke dua.
“ Aku memang suka sama kamu Lis”
“ Secepat itu???” Kagetnya.
“ Cinta memang datang nya tiba-tiba, bila hati sudah bicara tak mungkin kita bisa memungkirinya” Jawabnya dengan penuh keyakinan.
“ Tapi… nggak secepat ini” Sahutnya “ Kita kan baru ketemu sekali”
“ Tapi aku yakin, kamu lah perempuan selama ini yang aku cari” Tambahnya.
“ Dari mana kamu bisa bilang begitu”
“ Aku berkata dengan hati ku”
“ Hati manusia siapa yang tau” Keluh nya “ Sekarang begini, besok dah lain” Listy menatap mata Dumi seakan ingin menerobos pikiran Dumi.Apakah benar yang dikatakan nya.Sebab Listy tak mau bila cinta hanya main-main saja.Dan terulang lagi seperti yang sudah-sudah.Listy begitu kecewa bahkan teramat sakit.Dia sudah mengorbankan begitu banyak kebebasan nya untuk cinta.Dan pada akhirnya dia harus menelan rasa pahit di khianati kekasihnya.Selingkuh dari beberapa perempuan lain.Begitu yang dia tahu.Dan yang lebih menyakitkan.Cincin sudah melingkar di jemari manisnya.Pertunangan sudah membawanya untuk menggapai suatu pernikahan .
Tetapi waktu berkhendak lain. Empat tahun hubungan sudah menjadi bekal untuk mengenal sisi masing-masing..Harapan nya musnah .Setelah dia tahu kekasihnya telah menghamili salah satu perempuan itu.Dan meminta pertanggungan jawab. Listy begitu benci bahkan muak bila mengingatnya lagi.Bahkan air mata pun sudah habis untuk menangisi nya.Begitu pahit dan getir.Lelaki memang pandai merayu bila ada mau nya.Sejuta kata-kata adalah perhiasan yang menjadi andalan setiap lelaki.Hingga membutakan cinta dan melestarikan kedustaan yang ia lakukan.Lelaki selalu saja tak pernah menghargai ketulusan cinta.
“ Aku telah berlari jauh sebelum kau tau.” Dumi merangkai kata-katanya seperti pembaca puisi yang sedang di lombakan. “Aku telah membeku sebelum kau tau .Bilakah rasaku mencair karena mu.Adakah salah dalam persepsi mu.Aku sudah lelah mengibaskan sayap ini.Aku sudah tak mengerti lagi kemana arah langkah ku.Ketika Tuhan menunjukan arah kepada ku.Tentang diri mu di depan mata ku.Hati ini mulai merasakan adanya cinta.Cinta yang menyusup di relung hatiku.Salahkah aku.Bila terlalu cepat mendahului waktu.” Dumi meyakinkan dengan sorot mata yang berbinar-binar melawan tatapan Listy.Listy tak kuasa menahan tatapan nya seakan-akan Dumi menyihirnya untuk tertunduk tanpa kata.
“ Akh..kata-kata inilah yang membuat aku seperti tak berdaya.” Acapkali lelaki mengembangkan misi nya selalu saja dengan sejuta kata-kata manis penuh dengan keyakinan.Padahal nyatanya. Apakah setiap lelaki memang pandai bertata kata.Hingga hati perempuan tak mampu menafikan nya.
“ Duh..Tuhan. Apakah benar dia yang telah Kau tunjukan kepadaku.Kenapa aku tak bisa mengelak dari setiap makna bait--bait katanya.Benarkah dia. Atau kah aku yang terlalu lemah menghadapi lelaki yang pandai berucap dengan bibir manis.Duhai Tuhan bila memang dia, yakinkan hati ini Tuhan ”Ceracau bathin Listy.
“ Listy..” Dumi menghenyakkan lamunan nya. “ Kenapa diam saja, jawab dong” Dengan paras penuh semangat mencoba mengoreksi wajah Listy.
“ Apakah kamu serius”
“ Aku sangatlah serius” Jawabnya dengan penuh semangat seakan ada lampu hijau yang terang di ujung matanya.
“ Apa bukti nya”
“ Akan aku buktikan keseriusan ku”
“ Dengan apa???” Tanya Listy penasaran.
“ Akan aku perkenalkan langsung kepada orang tua ku” Jawabnya dengan penuh keyakinan. Hati Listy tersenyum mengembang seakan dia telah membaca sosok Dumi dua bulan lalu Via sms .Dan menjadi nyata setelah Andre mengenalkan nya di rumahnya. Ada harapan yang besar bila Dumi memang serius kepadanya.Karena Listy pun sebenarnya telah jatuh cinta pada Dumi.
Karena sosok perempuanlah dia harus menjaga.Melazimkan hati perempuan sebaik-baiknya.Walaupun cinta telah bertahta di hati nya.Namun Listy harus benar-benar menjaga hati.Biar lelaki tak senaknya memainkan hati perempuan.
“ Akh.. itu nggak menjamin keseriusan mu”
“ Lis , selama aku pacaran, belum pernah aku membawa pacarku dan mengenalkan pada orang tua ku”
“ Nggak mungkin”
“ Akan aku buktikan .Besok kita kerumahku” Tantang Dumi dengan keyakinan.
“ Tapi gimana dengan jawaban mu. Aku ingin memastikan.”
“ Akan aku jawab setelah diRumahmu”
“ Oke..” Dumi begitu sumringah mendengar jawaban Listy, walaupun bukan itu yang ingin di dengar dari bibir Listy . Seolah-olah yakin cinta nya di sambut Listy.Dumi pun tersenyum indah menenggelamkan wajah Listy dengan perhiasan-perhiasan cinta yang di bawa nya.
KAMPOENG MAKAN JOGLO 21 “ BUKA : SENIN-JUM’AT JAM.O8:00-22.00 WIB. SABTU-MINGGU JAM.08:00-12.00 WIB ” Terpampang reklame di muka sebuah lesehan di bilangan joglo dengan konsep menyatu dengan alam. Ramai pengunjung bergantian tak bisa hitung lagi. Tempat pavorite para anak-anak muda untuk memanjakan pasangannya. Disamping terjangkau, juga menempati fasilitas yang nyaman, cukup asik buat mereka yang ingin menciptakan gaun romantis karena tembang-tembang yang disuguhkan berirama dengan nuansa cinta.
Dumi dan Listy tenggelam dalam paras-paras cinta.Ditemani Tembang-tembang lagu cinta yang mengiringi nyanyian hati.Sambil menyantap makanan yang telah di hidangkan.Dumi masih sempat melirik wajah Listy yang begitu anggun mendaratkan sepotong pempek di bibirnya. Sebelum akhirnya waktu meminta untuk pulang.
Gelap merambah menepi malam yang merangkak. Ada kegelisahan jiwa yang tersengat sepi. Jiwa yang bergelut malam, menggapai cahaya terangi gelap. Semesta auramu adalah gemintang yang cantik.Tak mampu ninakan mimpiku, hingga fajar menyambut mentari yang perkasa. Kau telah menjadi sinar kehangatan, ketika dingin embun menyongsong pagi.
Sambutan Listy begitu hangat di depan pintu.Seperti waiters menyambut tamu selamat datang.Dumi melirik senyum.Perjalanan waktu yang Dumi janjikan akan segera di wujudkan.Listy pun memang sudah siap untuk pergi dengan nya.Dengan fhasion kerudung coklat, kemeja batik coklat, dialaskan kaos hitam panjang, dan rok hitam dengan corak kembang batik silver, menjadikan pesona yang indah di depan mata Bak peragawati yang sedang memamerkan fhasion ternama. Dumi seakan tak ingin lepas memandang nya.
Mula-mula Dumi memperkenalkan rumah nya.Sebelum bertemu Ibunya.Rumah yang sederhana dimana dia hanya tinggal dengan Ibu dan adiknya.Ke empat saudara telah pergi karena sudah menikah.Dan ayah nya telah meninggal setahun yang lalu.Tinggal Dumi ,Ibu dan adik nya saja.Setelah bertemu dengan Ibunya. Dumi langsung memperkenalkan Listy. Senyum merangkai di wajah Ibunya melihat Listy. Listy begitu malu ketika Ibu Dumi memuji nya.
“ Cantik..” Kata nya setelah melihat Listy.
“ Nama nya Listy” Dumi langsung saja menyambut dengan memperkenalkan pada Ibunya yang merespon dengan pujian.“ Hayo duduk.” Tawaran Dumi kepada Listy. Setelah Ibu pergi kedalam dan kembali lagi dengan beberapa suguhan di tangan nya.Setelah mempersilahkan. Kembali lagi ke ujung dapur.
“ Aku ingin menagih janji mu” Dumi langsung saja menyodorkan pertanyaan seakan sudah tak sabar ingin mendengar jawaban Listy.
“ Janji apa???” Kaget Listy setelah di todong pertanyan Dumi.
“ Aku sudah menepati janji ku, dan sekarang aku menagih janji mu” Ucap nya “ Gimana dengan jawaban mu”
“ Hmmm…” Listy menarik nafas “ Aku percaya sama kamu, kita jalanin aja” Sambil memandang serius “ Tapi aku nggak mau cinta yang main-main”Tegasnya lagi.
“ Iya, yakin sama aku..” Dumi tak mau kalah Tegas .Dengan wajah berbunga- bunga Dumi memandang Listy. Dan Listy mengembangkan senyum nya di hiasi lesung pipit kecilnya.
Mencintai Listy menumbuhi perkembangan yang lebih positif. Dumi yang pemalas sudah menjadi cerita.Cinta yang disematkan pada Listy Di bilang Instan.Tak perlu menunggu waktu lama. Listy sudah dalam pelukan hatinya.Dumi memang punya pede selangit. Apalagi dengan Listy seakan pede nya tujuh kali lipat lapis langit.Namun begitu Dumi menyelami rasa sayang kepada Listy yang mendalam bak dasar laut. Dan kuncup-kuncup cinta pun telah merekah di hati nya.
Tidak ada tanda apa-apa . Apalagi firasat. Andre terkejut ketika Dumi mengatakan. Dia sudah merampungkan cinta kepada Listy.
“ Wah yang bener lu”
“ Iya lah..” Tampak Wajah Dumi merekah ibarat kuntum yang mekar.
“ Kapan???” Andre sekan tidak percaya mendengarnya.
“ Kemaren malam” Jawabnya “ Gw ngomongnya di joglo, tapi jawaban di rumah gw”
“ Loh kok gitu” Herannya
“ Gw di tantang keseriusan sama dia.. yah udah gw bawa aja kerumah.”
“ Gila juga loh” Sahutnya “ Kalo di tolak gimana”
“ Nggaklah gw dah yakin”
“ Hahahaaa….” Andre malah ketawa. “ Pede lu dah tingkat tinggi, baru ketemu sekali dah nembak”
“ Hehehee..” Dumi tersenyum kelakar. “ Biarin” Santai nya.

Sementara itu Listy begitu menikmati cintanya.Terbukti senyum nya terkadang mengembang di wajahnya.Cinta seakan membangunkan kembali jiwa nya yang telah mati empat tahun lalu. Setelah kejadian itu.Listy seakan tidak mau mengenal cinta lagi.Acuh saja dengan laki-laki.Padahal telah banyak laki-laki yang mengajukan Diri untuk menjadi kekasih nya.Namun dengan tegas di tolaknya.Tapi kali ini Listy tidak bisa mengelak lagi.Setelah Dumi datang dalam kehidupan nya.Membangkitkan oase yang gersang dalam hatinya.
Mama menghentikan langkah nya setelah di depan pintu kamar Listy.Dia melihat putrinya sedang senyum-senyum sendiri di depan kaca sambil duduk rapih.
“ Aduuuuh .. ada apa nih??? anak Mama, Senyam-senyum sendiri di kaca”.
Kaget Listy setelah kepergok sedang senyum-senyum sendiri. “ Nng…gakk ada apa-apa Ma” Kagoknya.
“ Hmmm…. Anak Mama , kaya nya lagi seneng nih” Celoteh Mama sambil mengerlipkan sebelah mata dan tersenyum. “ Bagus deh kalo kamu sudah membuka hati , lagian nggak semua laki-laki itu sama” Tambahnya “ Ketakutan Mama sudah nggak beralasan lagi jadi nya” Senyum nya mengembang seakan ingin mengalahkan senyum Putrinya.
“ Akhh..Mama ngomong apa sih” Malu nya mengantikan raut wajahnya yang merona.
“ Ngomong-ngomong Siapa orang nya”
“ Apaan sih Ma”
“ Hayoo…bilang aja sama Mama” Desaknya.
“ Akhh…Mamaa..” Jawab Listy sedikit gugup “ Nanti aja Ma, belum saat nya” Senyum nya tipis.
“ Yah sudah… nanti di kenalin sama Mama yah” Sebelum Mama pergi meninggalkannya.
“ Iya Mama…”Jawabnya enteng sambil membalikkan badan dan menjatuhkan diri di tempat tidur.
Bila cinta membisiki. Perangai seseorang akan berubah. Lebih sumringah.
Listy, yah mungkin Listy sedang berbunga-bunga.Hingga tak di sadarinya hati nya berpusi.
cinta bergulir di alur waktu...
terendap.. menoreh di ruang jiwa...
pada tatapan pertama..
senyum yang mengulas rindu ...
kau kerlipkan sebuah kegusaran ,hati ini berbinar…
matamu yang teguh dengan mempesona...
wajahmu adalah cermin rinduku..
namamu adalah bunga jiwaku..
cintamu adalah kepingan hatiku..
ku ingin kepingan hatimu,
menyempurnakan dalam ikatan kasih sayang..


“ Dooorrrrr….” Rio yang tak sengaja melihat nya, Memukul pintu kamarnya yang sedikit terbuka.Listy pun tersentak kaget. “ Senyum-senyum sendiri”Ucapnya.
“ Biariiiin weeeekkk” Ledek Listy.
“ Mamaaaaa…..si teteh senyum-senyum sendiri tuh” Teriak Rio membuat Listy merah padam . Bantal pun melayang di muka pintu tapi tak mengenai Rio. Rio sudah sigap menutup pintunya.
“ Ma.. si teteh, kenapa tuh..senyum-senyum sendirian” Tanya Rio setelah meghampiri Mama di dapur “ Si Teteh stress yah Ma”
“ Husss..”
“ Abis begitu sih???”
“ Sudah-Sudah ngapain sih???”
“ Minta Duitlah..” Rengek nya sambil senyum-senyum
“Duit mulu..”Celetuk Mama.
“ Malam minggu Ma…”
“ Kalo mau malam mingguan cari duit sendiri, jangan minta mulu”
“ Yaaaah…” Gerutu nya.

Dumi begitu asik mengacak pinggang di depan cermin sambil mencari letak Pedenya .Sebentar-sebentar dia memutar tubuh nya kekanan dan kekiri.Lenggak-lenggok bak penari latar kurang perhatian. Dan memastikan lagi wajahnya yang di nilai nya cukup lumayan. Poin delapan Di ciptakan nya pede yang melangit .Di biarkan saja merangkul dalam dirinya..
Baru kali ini aku merasakan mata pelangi yang menyusup keiga sanubariku, hingga aku merasakan keresahan yang indah. Disetiap saat, kemenemukan bayangan wajah gemulai. Ada kerinduan yang sangat. Rasanya ada semangat baru. Berbicara pada cermin dan mengupas sepotong puisi.
kaulah itu..
yang ranum mengupas kerlap bintang-bintang....
yang bening yang terteguk sejuk dahaga...
syahdu merindu menggantang di siku langit...
ku akui..
aku penikmat seni halusnya kulitmu...
rekahnya elokmu...
ku ingin bersama mu...
meski hanya satu jam...
bahagiakan hati ini...




“ Kita mau kemana???” Tanya Listy yang sudah duduk dibelakang . Motor melaju dengan pasti.Kerlip-kerlip lampu jalan sudah pusing di lihatnya.Klakson mobil berbunyi menantang. Dumi melaju pelan di depan nya.Dumi tak peduli.Dia masih melaju dengan pelan.Cinta yang bersemayam di hati mengacuhkan apa yang di dengarnya.Hanya suara Listy yang di tangkapnya.Panorama cinta memang indah bila sedang berdua. Tak pedulikan orang lain.Bahkan. Seenak nya saja di tafsirkan.Dunia milik kita berdua yang lain Cuma ngontrak atau lebih elite lagi nge-kos.
“ Aku juga nggak tau”
“ Loh…” Sahutnya “ Kalo kita mau makan aku ada tempat , gimana mau nggak”
“ Dimana ..???”
“ KFC di gang macan..hehhee”
“ Waduh serem banget KFC ada di gang macan” Guraunya sengit “ Nanti kalo gigit sama macan gimana???”
“ Yeeeeh..” Listy tersenyum serinai di balik kaca spion “ Gimana mau nggak…”
“ yah sudah hayo…”
Aku datang membawakan pesanan dan meletakannya diatas meja. Aku menggesernya kedepan Listy. Kupersilahkan Listy untuk menikmati hidangan yang telah tersedia. Sesekali aku mencuri pandang ke wajah Listy yang sedang menikmati, terkadang saling beradu pandang. Dan kami saling tersenyum. “Oh Listy, kamu benar-benar cantik”Batinku.
“ He, ngelamun” Suara Listy datar . “ Hayo makan nunggu apa lagi”
“ Hehee… kamu cantik” Kata ku .
“ Gombal akh…” Tepisnya “ Disuruh makan.Malah ngerayu” Listy tersenyum.Dan Aku tersenyum menimpali nya.Sambil mendaratkan sepotong kentang di mulutku.Dan melirik ayam goreng yang sudah di balut jaket coklat matang.


BERSAMBUNG....

Minggu, 08 Mei 2011

' Warna merah cinta '

Rini menemuiku dikampus, menagih janji waktu untuk berbicara dengannya. Aku mengajaknya ketaman depan kampus yang teduh dengan rerindangnya pepohonan. Tempat mahasiswa/i berteduh.
“Rin, kamu mau ngomong apa?” Tanyaku, yang berharap Rini akan menanyakan Leste.
“Rom, kumau tanya sekali lagi, tapi kamu jujur untuk menjawabnya.”
“Mau tanya apa Rin? Kalau aku bisa ya aku jawab...”
“Janji jujur ya...?” Rini memaksa.
“Oke.” Suaraku menutupi keraguan.
“Surat ini, kamu yang buat’kan?”
“Aduuh mati aku. Sudah terlanjur janji lagi...” Benakku.
“Lho, kok diam?”
“Rin, maaf. Leste sangat mengagumimu, mencintaimu, cinta mati Rin!”
“Aku tidak tanya itu? Yang aku tanya surat ini kamu yang buat? Itu saja...”
“Mmm, i..iya...”Jawabku terbata-bata.
“Aku diminta Leste Rin, aku Cuma membantu. Apa aku salah membantu niat baik seseorang. Palagi niat yang tulus.” Kataku membela diri dari desakan Rini.
“Salah!... Karena aku tidak mencintai Leste. Yang kuharap surat itu kamu yang buat, dan dari kamu untuk aku. Bukan dari Leste.”
“Maksudmu Rin?” Aku belum mengerti.
“Aku mencintaimu...”
“Hahh!...” Aku terperangah dengan apa yang aku dengar.
“Mungkin aku salah, membiarkan perasaan itu bertahta dihatiku. Yang selama ini kupendam, karena kutahu kamu sangat mencintai temanku Virelly. Tak ingin aku dianggap pagar makan tanamam. Makanya kubiarkan perasaan itu menusuk-nusuk tulangku. Terkadang sakit bila melihatmu bersama Virelly. Aku pernah mengutuk diriku yang tak tahu diri ini. Tapi perasaan itu tak pernah peduli. Yang akhirnya kumengerti perasaan itu tak pernah salah. Setelah kutahu, Virelly menyakitimu. Kuingin sebagai pengobat dukamu. Menutupi luka-luka yang masih menganga di raga dan batin cintamu.”
Aku hanya bisa diam. Tak mengerti dengan permainan cinta. Kenapa bisa seperti ini? Apakah ini karma atas perbuatan masalaluku. Kini disaat aku ingin membangun cinta yang kokoh, yang hakiki. Masih saja ada orang yang tersakiti, mengharapkan cintaku.
“Rom, kenapa kamu diam saja?”
“Rin, kamu tahu aku masih terluka. Aku belum ada pikiran untuk menggantikan Virelly dari ruang batinku. Lalu apa kata Leste kalau tahu aku bersamamu? Tidakkah aku dicap sebagai teman munafik dan pagar makan tanaman?” Kataku, untuk membuat Rini mengerti.
“Aku akan menunggumu Rom, aku yakin kalau kita bersama bisa menghapus lukamu. Tentang Leste, biar aku yang menyelesaikannya.”
“Rin, maafkan aku. Aku belum bisa berpikir.”
“Tidak perlu tergesa-gesa Rom, aku akan sabar menunggumu.”
“Tapi yang kamu tidak mengerti Rin, kalau dihatiku sudah ada Cindy. Haruskah aku berterus terang? Apakah tidak akan menyakitimu Rin?Lalu bagaimana aku menghadapi Leste?” Suara batinku.
Tak pelak pernyataan Rini menjadi beban dalam pikiranku. Sementara aku harus membantu Afsah. Aku sudah berjanji akan mengantar Afsah pulang saat Ibunya akan menikah dengan Juragan tembakau hari minggu. Rencananya Cindy akan ikut, karena hari libur. Sepertinya jalan keluar sudah buntu. Afsah harus menerima kenyataan. Menerima Juragan tembakau sebagai Ayah tirinya. Mbak Meisya tidak bisa membantu karena sedang sibuk shoting. Dan Intel, yang tidak lain Pamannya sendiri sedang mengejar penjahat kasus pembunuhan yang melarikan diri ke Sumatera. Tadinya aku berharap banyak dari Pamannya Mbak Meisya untuk membantu menyelidiki Juragan bangkotan dan kaki tangannya. Firasatku ada kemungkinan Juragan itu melakukan usaha ilegal yang melanggar hukum.”
Sampai didesa Sumber air, kami langsung menuju rumah Juragan Tasmuno. Afsah yang memberi petunjuk jalan. Cindy duduk disampingku. Aku memegang kemudi mobil BMW ungu terong Cindy. Didepan rumah yang mempunyai halaman yang luas, sudah ramai. Rupanya, hari pernikahan dilanjutkan dengan pesta. Ada panggung untuk acara wayang golek semalam suntuk. Semua mata memandang kami, ketika kami bertiga turun dari mobil. Mungkin mereka hanya mengenal Afsah. Kami terus melangkah seakan tak peduli dengan perasaan yang melihat kami. Mendekati tempat acara pernikahan akan dilangsungkan. Sebuah ruangan depan rumah yang besar seperti aula. Sudah banyak orang-orang yang duduk bersila mengelilingi disisi tembok ruangan.
“Ibu...” Suara Afsah mengejutkan semua yang hadir. Juga Ibunya yang terperangah mendengar suara anaknya. Padahal ijab kabul baru saja akan dimulai.
“Ibu hentikan Bu!.. Kenapa Ibu lakukan ini?!”
Ibu Afsah hanya bisa terkesima, diam seratus bahasa. Hanya airmata yang mewakili kesedihannya. Cindy sibuk dengan handycam mininya. Mengabadikan kejadian yang bersejarah. Dua orang lelaki memaksa membawa Afsah keluar. Afsah meronta. Melawan kekuatan dua lelaki berbadan kekar itu.
“Lepaskan! Lepaskan anakku...” Teriak Ibu Afsah.
“Aku tidak akan menikah tanpa disaksikan anakku!” Suara Ibu Afsah mengancam. Seorang lelaki perlente dengan perut gendut memberi isyarat kepada kedua lelaki itu. Dan melepaskan Afsah. Lelaki itu adalah Juragan Tasmuno.
“Ibu tidak boleh menikah dengan bandot tua jelek ini Bu...” setelah Afsah berada disebelah Ibunya. Dengan berani menuding muka Juragan Tasmuno.
“Heh, anak ingusan! Apa kamu mau membayar hutang Bapakmu? Apa kamu mau menggantikan Ibumu?” Juragan Tasmuno terkekeh. Matanya langsung melotot melihat daun muda yang masih hijau dan cantik seperti Afsah didepannya.
“Heh, Juragan licik! Bapakku tidak pernah punya hutang seperti yang kamu tuduhkan! Dasar bandot jelek!... Bandot penipu!?” Afsah dengan lantang melawan.
“Marmo, tunjukan surat perjanjian hutang Bapaknya...”
“Paman, Paman tega menyakiti kakak Paman sendiri. Seharusnya Paman melindungi kami. Melindungiku keponakanmu sebagai anak yatim. Malah Paman tega menjualku kepada Bandot bau tanah ini. Ingat Paman, karma akan berlaku buat Paman.” Afsah berang menatap orang yang dipanggilnya Paman yang duduk dibelakang Juragan Tasmuno. Pamannya membuka map berwarna biru dan menyerahkan kepada Juragan Tasmuno.
“ Kamu lihat!... Baca!...” Bentak juragan Tasmuno.
Afsah mengambilnya, dan merobek-robeknya.
“Puas!...” teriak Afsah.
“Anak haram! Anak jadah!...” Juragan Tasmuno berang. Tangan kanannya terangkat ingin menampar pipi Afsah yang masih suci.
“Tahan Juragan yang terhormat.” Aku buka suara. Sebelumnya aku hanya diam saja sama seperti yang lain terkesima.
“Siapa kamu anak muda? Lancang benar kamu menahanku.” Juragan Tasmuno tidak senang menatap dendam kearahku.
“Maaf bila aku lancang, aku hanya ingin membantu menyelesaikan masalah ini. Kalau masalahnya hanya hutang-piutang. Kenapa harus ada pemaksaan? Kenapa tidak bisa dengan kekeluargaan?”
“Kamu jangan ikut campur, Kamu tidak lihat, kalau aku menyelesaikan masalah hutang piutang ini dengan kekeluargaan! Buktinya si Maimun ibunya Afsah kuangkat menjadi keluarga besar Tasmuno, keluarga yang terpandang sekabupaten.”
“Sekali lagi maaf Tuan Tasmuno yang terhormat. Apa Tuan tidak melihat wajah-wajah mereka, apa juragan tidak punya hati nurani? Kebahagian bukan diukur dengan harta Juragan...”
“Diam kamu anak kemarin pagi! Kamu bisa apa untuk membantu mereka?” Juragan Tasmuno membentakku. Aku tak bergeming, tekadku harus menyelamatkan Afsari dan ibunya.
“Aku akan melunasi hutang keluarga Afsari.” Aku menjawab tantangannya.
“Hm, baik. Kamu harus bayar duakali lipat. Yang berarti harus membayar limabelas juta anak muda. Harus dibayar kontan hari ini juga!”
Tamak sekali bandot tua ini, seharusnya berpikir sudah bau tanah, dan banyak beramal bukan dengan menumpuk dosa. Batinku.
“Oke, Cin tolong ambilkan uang didalam mobil, ini kuncinya.” Aku melempar kunci kearah Cindy yang berdiri tidak jauh dariku. Cindy dengan sigap menangkapnya. Cindy berlalu dengan berlari kecil keluar ruangan.
Cindy sudah kembali berada dalam ruangan dengan menenteng amplop berwarna coklat. Cindy menyerahkannya kepadaku. Tanpa kubuka lagi kuserahkan kepada juragan Tasmuno. Karena sebelum berangkat aku mencairkan uang di Bank, pas lima belas juta.
Juragan Tasmuno membuka dan menghitung lembaran seratus ribu yang berjumlah seratus lima puluh lembar.
“Oke, kalian sudah bebas...”
Afsari langsung memelukku setelah mendengar kalimat dari juragan Tasmuno yang membebaskan dirinya dan ibunya. Wajahnya dibenamkan didadaku. Airmata kesedihan dan kebahagiaan bersatu merembes dari sudut-sudut matanya dan membasahi bajuku hingga menembus kekulit dadaku. Ibu Afsari memeluk kami dari samping. Tangan kanannya dipundakku, tangan kirinya dipundak Afsari. Aku terharu, merasakan kebahagiaan batin dapat menolong orang yang sangat membutuhkan pertolongan.
Kami langsung pulang mengantar Afsari dan ibunya. Jalan yang tidak mulus menyulitkan mobil untuk melaju dengan sempurna. Kiri kanan jalan pematang sawah yang mulai menghijau. Beberapa petani sibuk membersihkan sawah mereka dari rumput-rumput yang tumbuh liar diantara tanaman padi. Dalam perjalanan kami lebih banyak diam. Kulirik Cindy yang duduk disebelahku sedang asyik memandangi hamparan sawah yang luas, yang dibatasi oleh pegunungan.
“eHm’ aku mengganggunya.
“Kenapa kak?”
“Nggak, tenggorokan gatal.”
“Kak, kalau hidup di desa enak ya? sejuk, damai,dan tentram.”
“Nggak juga. Buktinya Afsari dan ibunya hidupnya tidak tentram.”
“Iya juga ya...” Cindy mengiyakan ucapanku.
“Hidup dimana saja sama Cin, tergantung bagaimana kitanya mensyukuri hidup. Menerima apa yang kita punya. Dan jangan selalu melihat keatas.”
“Maksud kakak gimana, aku tidak ngerti?”
“Maksud kakak realnya, kehidupan keluarga kamu sudah diatas, jangan mendongak keatas terus lihat yang dibawah, yang tidak mampu, orang miskin yang butuh pertolongan dari tangan-tangan kita yang diberi rejeki yang lebih. Paham maksud kakak?”
“Kalau itu paham, tapi apa tidak boleh orang melihat keatas sehingga punya keinginan, punya cita-cita untuk sukses. Kalau melihat kebawah terus nanti ada pohon didepan tidak tahu bisa kejedot dong, hahaha...” Cindy tertawa geli. Aku hanya mesem-mesem saja sambil terus menyetir. Analisis Cindy oke juga.
“Gini Cin, biar kamu tidak salah penafsiran. Yang kakak maksud. Kita harus menjaga hati, artinya mengukur kemampuan, jangan iri dengan kehidupan orang lain. Karena kalau kita melihat kehidupan orang lain seperti fata morgana. Aku melihat kamu, kamu enak menjadi anak orang kaya, semua serba ada. Tapi kenyataannya menurut kamu hidupmu hampa kurang perhatian dari orangtua. Kamu melihat kakak enak, jadi seniman, bebas, tapi aku bersyukur emang enak sih! Hahaha...” Giliran aku tertawa aku tidak mau bagian yang tidak enaknya.
“Haahh, giliran kakak gitu!... tidak mau yang tidak enaknya!” Cindy mencubit lenganku dengan manja. Aku memiringkan tubuh menghindar, tapi Cindy tak mau berhenti menyerangku.
“Sudah dong sayang, bisa masuk kesawah mobilmu...”
“Biarin...! Ketusnya dengan muka masam.
“Burung glatik kena darah bebek. Orang cantik marah jadi jelek!”
“Nggak lucu!”
“Siapa yang bilang lucu? Eh pipinya kenapa tuh!” Aku memegang hidungku dan bertanya kepada Cindy. Benar saja Cindy memegang hidungnya membuat aku tertawa geli. Perangkapku mengena.
“Emang sudah lama pipi kamu berubah jadi hidung?” Aku tertawa lagi. Cindy tertawa malu kemudian memukulku lagi.
“Ah, kakak... !” Cindy ikut tertawa.
“Itu baru lucu’kan, bisa membuat kamu tertawa?”
“Nggak!” Jawabnya ketus tapi Cindy menyandarkan kepalanya kepundakku. Kutahu matanya menatapku dari kaca depan dalam mobil. Aku santai saja membiarkan dia bermanja. Di belakang Afsari dan ibunya tertidur atau hanya memejamkan mata saja. Tidak mau melihat kami, karena Cindy sangat manja denganku.
Dari kaca spion kanan dari kejauhan dua motor tril berjalan zig zag bermain dengan jalan yang bergelombang, seperti sedang mengejar sesuatu atau sedang mengetes keahlian bermotor. Semakin lama semakin dekat dengan mobil yang kukemudikan, yang memang berjalan seperti kura-kura dijalan yang berlubang-lubang.
Tiba-tiba dua motor yang berboncengan itu menyalip dan berhenti di depan mobil. Terpaksa aku menginjak rem. Ternyata dua orang yang dibonceng adalah anak buah juragan Tasmuno yang waktu itu mau menyeret Afsari keluar ruangan.
“Cin, siap-siap alamat tidak beres nih!”
“Hati-hati kak...” Cindy terlihat kecut, sama sepertiku.
Empat orang berbadan kekar menghadang kami. Satu orang menghampiri dan mengetuk kaca pintu mobil disebelahku. Aku berusaha tenang dan membuka pintu mobil. Afsari dan ibunya terbangun. Mereka ketakutan.
“Kak, hati-hati...” Cindy mencemaskan diriku.
“Kamu di dalam saja.” Ku usap rambutnya sebelum keluar.
“Anak muda, aku tidak ada urusan dengan kalian. Kalau ingin wajahmu dan pacarmu yang bule itu tetap mulus, serahkan Afsari dan ibunya ikut dengan kami.”
“Kenapa begitu, bukankah aku sudah melunasinya duakali lipat?”
“Wakakak...” Mereka tertawa menjengkelkan.
“Tapi juragan kami menginginkan Afsari dan ibunya untuk menjadi dayang-dayang. Wakakak...” Mereka semua tertawa.
“Kalau aku tidak mengizinkan!” Belaku.
“Wakakak, cah bagus tidak baik melawan orang tua nanti kualat.”
“Orang tua harus menjadi contoh yang baik kalau ingin dihormati.” Jawabku.
“Kami ini orang-orang tua yang baik. Kami hanya ingin membuat Afsari dan ibunya hidup nyaman dan bahagia. Haahaa...” Mereka tertawa lagi.
“Tolonglah paman-paman yang terhormat, beri kami jalan. Kami sudah tidak ada urusan dengan juragan Tasmuno.”
“Sudahlah jangan banyak kompromi Genzo!” Salah satu dari mereka berteriak ditujukan kepada lelaki kekar yang ada dihadapanku.
“Bugh!...” Tiba-tiba bogem mentah menyodok perutku tanpa kuduga. Aku meringis.
“Kak...” Cindy berteriak dan turun dari mobil membekapku, melindungi agar lelaki yang dipanggil Genzo tidak memukulku lagi.
“Cin, kenapa kamu turun? Kamu diam didalam mobil saja, ini urusan lelaki.”
“Tidak Kak, aku ingin menolong kakak.”
“Kamu bisa apa? Sudah kamu didalam saja temani Afsari dan ibunya, kakak bisa mengatasinya.” Kataku meyakinkan Cindy.
Cindy menuruti kata-kataku, masuk kembali kedalam mobil. Tapi kepintu belakang bergabung dengan Afsari dan mbak maimun. Aku siap siaga antisipasi serangan berikutnya. Benar saja, Genzo memegang kerah bajuku. Pikirnya aku sudah jadi pencundang. Dengan sigap dan kecepatan, kucekal tangan kanannya dengan tangan kananku dan kupiting kebelakang, kutekan kebawah kemudian dengan hitungan detik kuangkat kaki kanannya lalu ku angsur tubuhnya yang tinggi besar ke saluran irigasi, hingga tubuhnya blepotan dengan lumpur. Itu salah satu jurus pencak silat yang aku dapatkan dari kakekku. Sekarang kurasakan manfaatnya. Dulu kakekku sering marah, karena aku selalu malas-malasan untuk latihan.
“Haahahaa...” Tiga rekannya menertawakan Genzo yang kelihatan hanya giginya. Seluruh tubuhnya terbungkus lumpur. Aku menahan tawa geli. Mereka serempak mendekatiku. Aku waspada. Salah satu yang berkepala plontos memberikan tendangan taekwodo. Ku Cuma menghindar. Sepertinya dia masih menjajagi ketangguhanku, menyerang dengan hati-hati. Takut bernasib sama dengan Genzo.
Aku mendapat serangan cukup merepotkan. Tangan kanan kirinya mencari sasaran kewajah dan tubuhku, sesekali tendangan berkelebat. Aku dapat mengatasi dengan menghindar dan menangkis. Kurasakan sulit untuk memberikan balasan.
Tiba-tiba,
“Bugh!” Sebuah tendangan mendarat diperutku. Membuatku terhuyung.
Aku menarik napas dengan menyedot udara sebanyak-banyaknya untuk memulihkan rasa sakit diperut. Si plontos kembali melancarkan serangannya. Kali ini aku tidak mau kecolongan, dengan kecepatan menangkis, menyerang dengan gerakan tendangan memutar aku berhasil, tendanganku mengenai tengkuknya. Membuatnya ambruk.
Dua orang lagi langsung mengeroyok. Dengan sigap kuladeni. Dengan tenaga yang semakin terkuras, aku kewalahan. Apalagi siplontos sudah bangkit kembali membantu mengeroyokku. Satu lawan tiga. Sesekali tendangan dan pukulan mereka menyusup ketubuhku. Dengan sekuat tenaga aku tak boleh menyerah. Lebih baik mati terhormat daripada jadi pecundang dan tidak punya hargadiri.
Aku benar-benar tersudut kelelahan. Tendangan siplontos keperutku membuat ku terhenyak dan ambruk. Aku tak berdaya, rasa nyeri dilambung membuatku tak mampu bangkit meski kupaksakan. Tamatlah riwayatku. Mereka memang bukan tandinganku. Jago-jago tua yang lebih banyak pengalaman.
Cindy kembali membantuku. Menghalangi mereka agar tak lagi menyerangku. Aku tak mampu berbuat apa-apa, seluruh persendianku terasa luruh. Mereka tertawa kemenangan melihatku tak berdaya.
“Makanya jangan sok jadi jagoan anak muda, sekarang kamu baru merasakan nikmatnya oleh-oleh dari desa sumber air, hekh!” Plontos masih mengejeku.
Dalam ketakberdayaanku, Cindy memapahku untuk berdiri. Tanganku dikalungkan kepundaknya. Saat ku mampu dengan susah payah berdiri, kumelihat sebuah mobil kijang kapsul melaju mendekati kami. Dan berhenti didekat kami.
Empat orang berjaket hitam turun dari mobil.
“Ada apa ini?!” Salah seorang dari mereka menyapa dengan suara tegas.
“Tolong pak mereka penjahat!” Cindy langsung berteriak. Walaupun kami belum tahu siapa sebenarnya empat orang bejaket itu. Namun harapanku dalam hati semoga mereka mau menolong.
“Jangan bergerak! diam semua ditempat! Kami polisi!” salah satunya mengeluarkan pistol.
“Mereka anak buah juragan Tasmuno pak, mereka ingin mencelakakan kami.” Cindy semakin semangat mengeluarkan suaranya setelah tahu mereka adalah aparat negara.
“Kebetulan kami sedang mencari rumah juragan Tasmuno.”
Polisi yang lebih tua mendekati kami. Mungkin beliau adalah komandannya.
“Siapa kalian dan ada urusan apa dengan mereka?”
“Saya Romanza pak dan ini Cindy. Ada dua orang lagi di dalam mobil ibu dan anak pak. Korban dari juragan tua itu.” Jelasku
“Kamu Romanza pengarang novel?”
“Betul pak... kok bapak tahu?”
“Tahu dari televisi. Putri bapak juga suka dengan novel kamu.”
“Terimakasih pak.” Ada kebanggaan dalam diriku.
“Bagaimana kamu bisa telibat dengan anak buah juragan Tasmuno?”
“Ceritanya panjang pak.”
Kemudian aku menceritakan dengan singkat dan mengambil poin-poinnya saja. Pak komandan mengerti dan manggut-manggut. Lalu yang lain diperintahkan menggelandang empat orang anak buah juragan Tasmuno untuk menunjukan rumah majikannya. Dua orang polisi masing-masing di boncengi anak buah Tasmuno. Dua orang lagi dimasukan kedalam mobil dengan tangan diborgol.
“Terimakasih atas keterangannya. Juragan Tasmuno memang terlibat bisnis penjualan gadis-gadis untuk dijadikan pekerja seks. Ada dua orang didalam mobil yang melapor sebagai korban.”
“Kami yang berterimakasih pak. Untung ada bapak datang tepat waktu. Kalau tidak, saya tidak tahu pak...”
“Oke, punya kartu nama? Sewaktu –waktu bisa dipanggil untuk memberikan keterangan lebih lanjut.”
“Ada pak. Kami siap membantu untuk memberikan keterangan kapan saja diperlukan pak.” Aku mengeluarkan kartu nama dari dalam dompetku.
“Bagus, itu namanya warga negara yang baik. Membantu aparat negara untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Kalian boleh melanjutkan perjalanan dan kami akan menangkap juragan Tasmuno.
“Terima kasih pak.” Sekali lagi kuucapkan terimaksih. Lalu kami berangkat melanjutkan perjalanan mengantar Afsari dan ibunya pulang kerumah. Cindy yang mengambil alih kemudi, karena Cindy tahu keadaan diriku. Aku merasa lega, rasa sakit sedikit berkurang dengan selesainya masalah yang membelit keluarga Afsari. Juragan Tasmuno akan berhadapan dengan hukum.

BERSAMBUNG...........

Rabu, 16 Maret 2011

" LOVE "

Kondisiku sudah mantap, sehat seperti sediakala. Nanti malam, malam minggu. Gita minta ditemani ketempat pesta ulang tahun temannya. Aku sudah bilang, menolaknya secara halus. Tapi Gita merengek minta ditemani. Akhirnya aku tak tega. Padahal Rasty juga mengundangku ketempatnya bekerja. Aku pikir, memenuhi undangan Rasty nanti sajalah masih banyak hari.
Di tempat pesta ulang tahun.
Rumahnya begitu megah, seperti rumah pejabat atau konglomerat. Teman-teman sekolah Gita sudah banyak yang datang. Memang hanya teman-teman sekolah yang diundangnya, kata Gita. Melihat suasana seperti ini, aku minder juga. Sedangkan Gita sedang asyik cipiki-cipika dengan teman-teman ceweknya. Dandanannya wuah,.wuahh semua. Dengan pakaian pesta, ala anak-anak sekarang. Rok mini dan pakaian setengah jadi.
“Hey, selamat ulang tahun ya..” Gita menyalami cewek yang pernah kulihat disekolahnya. Yang waktu itu, paling manis diantara teman-temannya. Malam ini nampak lebih cantik dan lebih dewasa. Kata Gita ulang tahunnya yang ke-17.
Setelah Gita dan teman selesai cipika-cipiki, tanpa diminta kujulurkan tanganku.
“Selamat Ulang Tahun ya,.. Happy birthday, semoga panjang umur, tambah cantik dan ..” Ucapanku terhenti bingung mau bilang apalagi.
“Dan dapat pacar yang ganteng” Katanya melanjutkan ucapanku.
Tangan kami belum terlepas, dia terus menatap wajahku.
“O ya, namaku Cindy.”
“Romanza.” Sebutku.
“Kamu kakaknya Gita?” Tanyanya.
Kemudian Gita menarik tangan Cindy sebelum aku sempat menjawab pertanyaanya, agak menjauh dariku. Kulihat Gita membisikan sesuatu pada Cindy.
Acara akan segera dimulai. Em Ce sudah mulai dengan kata-kata pembukaanya. Yang paling mengejutkan adalah namaku dipanggil. Rupanya ini adalah permintaan Gita yang berbisik-bisik dengan Cindy. Aku dipersilahkan untuk membacakan sebuah puisi. Aku gelagapan ditembak mendadak.
“Roman,...Roman,... Roman...” Suara-suara meneriakan namaku sambil tepruk tangan. Ini pasti sponsor dari Gita, seakan memaksaku untuk segera kedepan, Akhirnya dengan terpaksa aku melangkah keatas pentas, seorang MC memberikan aku mix.
Lalu...
“Selamt malam, puisi ini kupersembahkan khusus untuk seseorang yang berbahagia malam ini, yang sedang berulang tahun. Cindy Stephany. Puisi ini aku beri judul Bidadari cinta

Bidadari cinta...
Wajahmu adalah kerinduan dibalik dinding malam.

Bidadari cinta...
Wajahmu adalah pelangi hati dilangit mimpi.

Bidadari cinta....
Cahayamu adalah lilin jiwa yang menerangi gelapnya kalbu.

Bidadari cinta....
Cintamu adalah bintang kecil yang berkerlip indah dilangit detak jantungku.
Cintamu adalah gelombang nafasku yang beralun sendu mencarimu.

Bidadari cinta....
Kuingin cintamu adalah keabadian dalam darahku
yang menemani malamku gemerlap bintang bahagia
yang menemani hariku adalah mentari ketulusan kasih sayangmu.
Tapi bidadariku engkau dimana...?

Terima kasih.. “
Sambutan tepuk tangan cukup hangat, menghantarkan langkahku kembali ketempat semula. Gita sedang senyum-senyum saja merasa puas mengerjai aku. Yang sangat mengejutkan, Cindy menyambutku dengan ciuman hangat.
“Terima kasih, Puisimu bagus banget!.. CupS!..” Sebuah ciuman mendarat dipipiku. Kulirik Gita salah tingkah, Mungkin tidak suka aku mendapatkan hadiah ciuman dari Cindy.
Acara selanjutnya adalah tiup lilin dan potong kue. Diiringi lagu Happy birthday. Potongan kue pertama diberikan kepada Mamanya. Karena Papa Cindy sedang berada diluar negeri. Lalu yang kedua, Cindy mencari-cari untuk siapa kue yang sudah ada ditangannya diberikan? Biasanya kue tersebut akan diberikan kepada orang yang sangat special setelah orang tuanya. Cindy menatap kesemua tamu undangan yang hadir. Aku berpikir, apakah cewek secantik Cindy dan anak konglomerat masih jomblo. Cindy melangkah kearahku, dalam hatiku Cindy akan memberikannya untuk salah satu dari cowok-cowok yang ada disamping kananku. Tapi ternyata membuatku terkejut dua kali. Cindy memberikan kue itu untuku. Suasana semakin riuh..
“Cium... cium...cium... “ Yel-yel itu ditujukan agar aku mencium Cindy. Cindy hanya tersipu-sipu merekah. Tidak ada pilihan lain bagiku kecuali mencium pipi kiri dan pipi kanannya. Ada yang jutek banget disampingku menyaksikan kejadian ini semua. Aku puas melihat Gita, biar dia menyesal mengajaku kepesta ulang tahun Cindy.
Di acara puncak yaitu nge-Disc bersama (disco). Cindy menarik tanganku untuk turun. Aku sudah berusaha menolak menghargai perasaan Gita, tapi Cindy memaksa. Katanya,
“Pinjam sebentar kakakmu ya Git?”
Tidak menunggu jawaban dari Gita, boleh atau tidak? Cindy memaksaku untuk turun kedisco.Cindy semangat banget dengan gerakan-gerakannya, terkadang erotis. Aku tidak bisa mengikuti gayanya. Sedangkan Gita aku lihat sudah turun, mungkin dengan teman sekolahnya. Walaupun kalau kuperhatikan Gita melakukannya dengan terpaksa. Dan selalu melirik aku.
Sebelum acara selesai, Gita mengajaku pulang. Katanya Mamanya pesan, jangan terlalu malam pulangnya. Diperjalanan Gita lebih banyak diam, aku tidak tau kenapa? Biasanya dia yang paling banyak bertanya. Kulirik dari kaca spion motor, wajahnya disembunyikan dibelakang badanku. Ah biarlah mungkin Gita sudah mengantuk. Batinku.
Aku merasa senang, dikelilingi gadis-gadis cantik yang setiap orang belum tentu mendapat anugerah ini. Ada Gita yang manja, ada Rini yang punya suara merdu. Rasty yang sangat perhatian. Dan Cindy yang sering curhat. Memang setelah acara ulang tahunnya Cindy sering menelpon aku. Mungkin Gita yang memberikan nomorku. Tapi semua tak sebahagia bila hatiku menyentuh nama Virelly. Virellyanty alias Ranty, aku sudah menemukan pujaan hatiku. Yang membuat repihan hatiku gelisah, Virelly sangat mengagumi Jay, seorang penulis yang namanya mulai mencuat kepermukaan. Aku tidak ingin Virelly mencintaiku karena aku ini Jay. Aku ingin Virelly mencintaiku sebagai Romanza apa adanya. Karena cinta yang mengikut sertakan embel-embel akan pudar seiring waktu yang menenggelamkan ketenaran. Tapi cinta dengan ketulusannya akan abadi dalam susah, apalagi dalam senang.
Tugasku yang lebih mulia dari urusan pribadiku adalah bagaimana aku bisa menyatukan lagi dua saudara kakak dan adik. Virellyanty dan Rasty. Aku sudah berjanji pada Rasty akan membantunya.

Hari minggu, aku dan Virelly kecandi Borobudur. Sudah janji lewat telpon sebelumnya. Diundak yang paling atas aku dan Virelly memandangi sekelilingnya, keindahan-keindahan bukit. Seindah hatiku bersama gadis realitaku. Karena kutak ingin Virelly hanya menjadi gadis impianku. Kami berdiri sejajar memandangi keindahan alam. Rambut Virelly begitu indah melambai, seperti daun kelapa dicumbui angin bukit.
“Virelly, boleh’kan aku panggil kamu Virelly bukan Ranty?”
“Terserah saja, mau panggil apa? Virelly, Ranty? Semuanya bagus ‘kan?”
“Ya, tapi aku panggil Virelly saja. Nama yang pertama kali aku dengar dari suaramu. Oh ya, kamu masih ingat pertemuan kita yang pertama?”
“Ingat...”
“Dimana?”
“Disini, dicandi ini. Waktu kamu bersama Rini.”
“Virelly, aku sudah tau siapa kamu sebenarnya?”
“Emangnya aku siapa sebenarnya? Ya aku adalah aku’lah...” Katanya merajut.
“Kamu tidak ingat pertama kita ketemu di stasiun Gambir?”
“Aku ingat. Bahkan ketika melihatmu, waktu bersama Rini, aku mengingat-ingat sepertinya pernah kenal kamu, tapi dimana?”
“Yang bersama kamu waktu itu siapa?” Tanyaku.
“Oh,..Om Adit. Tetangganya Om Andi, juga karyawan dikantor Om Adit. Dulunya juga karyawan Papa. Kebetulan mau pulang kampung, melihat anaknya yang sedang sakit. Kebetulan juga, aku mau kuliah disini dan akan tinggal dirumah Om Andi. Menemani Tante Widya yang timggal seorang diri. Tante Widya tidak mau tinggal di Jakarta. Katanya sayang rumahnya tidak ada yang merawatnya. Om Andi datang seminggu sekali. Sedangkan anak satu-satunya, Rendy Jayadi kuliah di London.”
“O... Begitu ceritanya, dan akhirnya bertemu aku. Emang jodoh kali ya?” Candaku.
“Enak saja jodoh sama pujangga, setiap hari makannya syair terus...”
“Lho, sama pujangga enak lagi... Sedihnya saja sudah indah apalagi indahnya?” Kataku membela diri.
Hari ini hatiku begitu bahagia. Sumringah dikalbu, detak nadi cinta berirama nafas rindu yang terobati. Tak ingin anginpun melewatkan suasana aroma cinta yang harum ini.
“Virelly, taukah kamu?... aku datang kesini, ke Jogya hanya untuk menemui kamu.” Akhirnya kukatakan perasaan yang tersembunyi dibatinku. Kutatap matanya dengan kesungguhan jiwa. Bahwa aku tulus bukan ngegombal.
“Sungguh Virelly... Wajahmu adalah cermin rinduku. Namamu adalah bunga jiwaku. Cintamu adalah kepingan hatiku, yang belum sempurna. Kuingin kepingan hatimu yang menyempurnakan dalam ikatan kasih sayang.”
Virelly hanya terdiam. Balas menatapku. Tiba-tiba bibirnya bergerak.
“Romanza, aku tau jiwaku bergetar bila didekatmu. Aku merasakan siksa kerinduan bila sepi meradangku. Sejak bertemu denganmu dicandi ini, jadi saksi ikrar kalbuku bahwa cintaku telah kutitipkan dimimipiku hanya untukmu.”
“Virelly, kamu mencintaiku...”
Virelly tertunduk tak mampu menatap sorot mataku. Kusentuh dagunya dengan ibu jariku. Kuangkat perlahan, kuingin tau jawaban dari matanya yang indah seperti mata bintang. Untung siang ini suasana disekelilingku sepi. Hanya ada muda-mudi seperti kami yang sedang asyik dengan pasangannya.
“Cintaku hanya untuk mimpiku dan mimpimu.” Suaranya seperti mendesah.
“Apa maksudmu Virelly?”
“Kamu adalah pujangga, kamu pasti tau jawabannya?”
“Sungguh aku tidak mengerti...”
“Nanti kamu akan mengerti, sekarang kita berteman saja. Dan nikmati keindahannya sebelum keindahan itu terhempas seperti ranting-ranting kering yang meranggas ditiup angin.”
Hah, ternyata aku tidak dapat menangkap makna dari ungkapannya. Yang kutau ada yang disembunyikan dalam dirinya. Tapi biarlah kuingin tau keindahan apa yang akan terhempas? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Virelly?
“Relly, dengarkan aku... Sekalipun keindahan itu akan terhempas, aku tak peduli. Asalkan aku selalu bisa didekatmu. Dan takdir yang akan mengubahnya. Tuhan telah mempertemukan kita. Dan takdir yang akan menyatukannya.”
“Sudahlah Rom, lebih baik kita bicarakan yang lain saja. Kalau kita membicarakan cinta hanya menorehkan perih saja.”
“Kenapa Rell? Bukankah cinta itu keindahan yang membuai seseorang yang jatuh kedalam kubangannya. Bahkan dapat membutakan mata dan hati.”
“Memang, kalau cinta itu datang dari hati nurani... Bukan dari kehendak yang lain atau karena cinta palsu. Sudahlah ya,.. aku mohon kita cari tema yang lain saja. Atau kamu cerita deh, cerita apa saja.” Virelly bersungut kesal.
“Oke, oke... Mm’ kalau aku bertanya tentang dirimu, kamu marah tidak?”
“Tergantung!”
“Tidak jadi bertanya deh’ takut kamu marah?”
“Kenapa? Emang pertanyaannya bikin orang marah ya?”
“Tergantung?” Balasku menirukan ucapannya.
“Tergantung apanya?” Tanyanya.
“Tergantung orangnya, pemarah atau tidak?”
“Jadi kamu mau bilang, kalau aku pemarah?”
“Belum tau...?” Aku tersenyum.
“Oke, sekarang kamu coba bertanya dan aku ini marah atau tidak?”
“Baik, Kenapa kamu mengubah penampilanmu?” Aku ingin membuktikan ucapannya. Vierelly akan marah atau tidak.
Virelly tertawa masgul,..
“Kenapa tertawa? Perasaan tidak ada yang lucu.”
“Aku marah dengan pertanyaanmu?” Pelototnya sambil berkacak pinggang.
Aku gemes melihatnya, kutarik hidungnya. Virelly merenyut, dia ingin memukulku. Aku berlari menggodanya. Sambil tertawa terus menggoda. Sekali waktu aku sengaja berhenti. Ketika tangannya memukulku, aku menangkapnya dan menariknya kedalam pelukanku. Virelly meronta. Aku semakin kuat mendekapnya. Rasa hangat merambat kesekujur tubuhku. Virelly terdiam. Ketika kukecup keningnya, Virelly memejamkan mata. Kupagut bibirnya yang sensi dengan lembut, walaupun sebenarnya hati ini gemes ingin menggigitnya.
Virelly tersentak, kulepaskan pelukanku. Raut wajahnya memerah dan memalingkan tubuhnya melangkah ketepian candi. Kuhampiri, berdiri disampingnya. Menatap awan yang berarak mengikuti hembusan angin.
“Relly, lihatlah sepasang burung tekukur yang berterbangan diatas pohon. Mereka begitu bahagia, mereka mengerti tentang cinta. Tentang kasih sayang.”
“Aku mengerti, tapi terkadang ada tangan-tangan jahat yang menghancurkan cinta dan kasih sayangnya.” Suaranya pelan.
“Oh ya, Rom.. Aku mau menjawab pertanyaanmu yang tadi itu. Kenapa aku mengubah penampilanku. Aku tidak ingin seperti kakak ku, dulu dia seperti aku. Rambutnya panjang, kelihatan lugu dan baik didepanku. Tapi ternyata dia pergi dengan lelaki dan tak pernah kembali. Tidak pernah memikirkan adiknya seorang diri dirumah. Dan yang paling menyakitkan, aku mendengar dari Om Andi, kalau kak Rasty telah terjun kedunia hitam. Aku benci dengan penampilan kakaku. Munafik,.. dari luar cantik Tapi dalamnya bau bangkai.” Virelly benar-benar sangat membenci kakaknya.
“Kamu salah paham Rell, kakakmu tidak seperti yang kamu bayangkan. Kakak kamu sangat menderita.” Kucoba untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kakaknya.
“Biarkan saja dia menderita karena ulahnya sendiri.”
“Relly, dengarkan aku...
“Cukup Rom,.. Tak perlu kamu membelanya. Semua sudah kukubur kenangan-kenangan manis kami. Aku tak ingin Arwah kedua orang tuaku semakin sedih.”
“Justru sikap kamu yang membuat mereka bersedih Rell! Kamu egois, kamu... “ Aku tak meneruskan kata-kataku. Virelly melangkah bergegas meninggalkanku. Sepertinya dia marah sekali.
“Relly!... Relly!....” Aku mengejarnya.
”Rell, tunggu Rell... “ Aku sudah berada disampingnya dan menangkap tangannya.
“Rell, maafkan aku. Aku tak bermaksud menyakiti hatimu. Aku hanya ingin kalian bahagia seperti dulu, waktu masih kanak-kanak. Kalian selalu rukun dan akur.”
“Rom, dengerin ya... Kalau kamu masih mau dekat denganku, jangan kau campuri urusan keluargaku dan jangan paksa aku untuk memaafkan kakak ku.” Relly sungguh-sungguh menatapku tajam, seakan matanya mengancam aku. Aku tak habis pikir kenapa hatinya keras seperti baja.
Senja sepenggal lagi akan kelam ditelan kegelapan. Berganti malam, yang akan menina bobokan sang Surya dan berganti Rembulan yang bermata teduh dan bersinar lembut. Yang tak pernah gelisah dalam kesendirian dan tak iri dengan sang Bintang yang indah bertaburan, dan selalu jadi hiasan kata-kata pujangga.
Selesai mandi, aku tercenung didepan kaca. Kupandangi wajahku, buram terkontaminasi dengan pikiranku, kegelisahanku, tentang Virelly. Aku tak mengerti, Relly mencintaiku tapi hanya untuk didalam mimpi. Aku dapat merasakan kalau Relly juga mencintaiku. Pasti ada sesuatu dalam diri Relly. Aku harus tau, dan mengungkapnya.
“Relly,.. ini tantangan bagiku. Tunggulah sayang... Cintamu bukan hanya dimimpi, tapi nyata sayang, dalam pelukan cintaku.” Batinku tersenyum semangat, tidak seperti cermin yang menampilkan wajahku dengan senyum yang kecut. Tapi bagaimana caranya meluluhkan hatinya, untuk menyatukan dua kakak beradik? Rasty juga belum selesai kisahnya, kenapa dia bisa menikah dengan makhluk hitam itu? Aku harus mendapatkan semuanya dengan lengkap. Dan membutuhkan kerja extra.

" Ketika langit merah tembaga "

semilir angin malam menjamah dedaunan di hadapanku, seperti hal nya dia menjamah wajah ku, meriap-riapkan ujung-ujung rambut ku yang panjang terurai, di dalam jendela kamar ku yang terbuka,Detik-detik ini aku hanya bisa berbicara dalam diam, merangkai kata dalam lisan yang bisu.
Seminggu sudah berlalu,seminggu sudah aku tak lagi keluar dari rumah, semenjak kejadian itu aku menutup diri dari orang-orang sekitar bahkan keluarga ku sendiri,aku shock,trauma bahkan mengalami depresi yang teramat dalam sejak kepergian nya untuk selama-lama nya,orang yang ku cintai ,orang yang ku kasihi dan ku sayangi,orang yang pertama menanam bunga cinta di hati ku telah pergi dengan cara yang mengenaskan dengan cara yang sungguh memilukan hati .
Sore itu ketika langit merah tembaga ,adalah hari terakhir bagi nya, aku tak menyangka kalau dia akan pergi secepat itu meninggalkan aku dan cinta ku padahal sebelum kejadian sore itu,malam sebelum nya dia datang ke rumah ku bahkan sempat bersendau gurau dengan ku.
Ternyata bila Tuhan sudah berkhendak tak ada yang mustahil bagi-Nya.dan aku pun harus menerima semua itu dengan ketabahan hati walaupun memang berat bagi ku mengahadapi nya .
Masih teringat dalam pikiran ku ketika dia datang kerumah ku,walaupun aku dan dia sudah menjalin hubungan cukup lama tapi bukan hal biasa bila dia datang ke rumahku pada malam jum’at itu.
Dimana malam itu dia datang kerumah ku.
“Assalamualaikum..”
Terdengar suara dari depan rumah ku
“Waalaikum salam .” ku jawab sambil melangkah keluar
“Tumben malam jum’at ,kamu dateng biasa nya engga..?” kata ku
“Engga tau nih, ko’ tiba-tiba aku kangen banget sama kamu..!” kata nya sambil tersenyum pada ku
“..Duduk A.. !” aku mempersilahkan dia untuk duduk dan memang aku sudah memanggil nya dengan sebutan AA
Memang aku dan dia lebih sering ngobrol di teras rumah karena memang di depan rumah ku ada banyak macam pohon-pohonan mungkin karena itulah dia lebih suka di depan rumahku
“Umi..kemana..?” dia menanyakan ibu ku
“Ada di dalam..sebentar ya..aku panggilin dulu..!”
“Umi,ada Rendy nih..” aku melangkah ke dalam sambil berteriak memanggil ibu ku
Tak berapa lama Umi ku datang menemui nya ,memang dia sudah akrab dengan semua keluarga ku dan Umi pun orang tua yang paling menyenang kan bagi ku
“Main, Ren..?” Umi bertanya kepada nya dengan tersenyum
“Iya..Mi...” dia pun memanggil ibu ku dengan sebutan Umi sambil mencium tangan ibu ku
“..Silahkan duduk lagi,o..ya Umi tinggal dulu ya..ke dalam .”
“Iya..Mi...” dia menjawab sambil menganggukan kepala dan kembali duduk.
Dan aku hadir dengan membawa segelas es jeruk untuk nya
“Di minum..A...?” aku duduk di samping nya dan menawarkan minum
“Iya...terima kasih..”
Tak ada firasat apa-apa ketika itu ,bahwa malam itu adalah malam terakhir dia kerumah ku dan juga bersama ku karena memang tak terpikir apa-apa tentang kehadiran nya di rumah ku malam itu,dan dia malah mengejek ku dengan canda dan tawa, memang, ku lihat dia sedikit berbeda dari biasa nya ,dia begitu manja ketika mencandai ku dan aku anggap hanyalah biasa-biasa saja karena memang dia terkadang seperti itu.
“Lis..aku engga nyangka kalo malam jum’at kamu cantik juga ya..!”
“Huu..memang nya Lisa apaan..?” aku menanggapi nya dengan sedikit cemberut karena dia mengejek ku
“Lis..boleh engga kalo aku nanya, kalo seandai nya ...?” dia bertanya tapi tak meneruskan nya
“Iya..seandai nya apa..!” aku jadi penasaran
“Engga jadi...lah..!”
“Ko’ begi
“Apaan sih...?” aku jadi makin penasaran di buat nya
“Engga..engga .jadi...udah lah jangan di bahas..” dia meminta
Akhir nya aku diam saja ,mencoba berpikir apa yang dia mau tanya kan itu dan kulihat dia hanya memandang malam yang gelap di atas sana .Dan kembali lagi menatap ku dengan wajah keseriusan hingga ku tak mampu memandang kedua mata nya yang begitu tajam melihat ku,entah apa yang ingin ia tanya kan sampai hela nafas nya bisa ku dengar dan ia pun membuka suara.
“Lis..aku pulang ya..?” dia malah menawarkan diri untuk pulang
“Memang nya kenapa..nanti aja..!” aku mencoba menahan nya untuk pulang
“Udah malam ,engga enak sama tetangga..lagian ini kan malam jum’at..”
“Entar dulu, tadi kamu mau nanya ,nanya apa sih..?” aku masih saja penasaran tentang apa yang ingin dia tanya kan
“Engga..lah nanti aja ya..!” dia tetap tak mau memberitahukan nya
“Kalo kamu engga bilang ,kamu engga boleh pulang..
“Memang boleh ..” dia malah menanggapi nya dengan bercanda
“Huu..mau nya ..!
“Ya..udah ..masih banyak waktu ,aku pamit dulu ya..sayang..!” kata nya sambil memanjakan
“Tapi janji ya..lain kali kamu bilang ,awas kalo engga’..” aku mengancam
“Iya..”sambil menganggukan kepala nya
“Umi mana?O..ya dari tadi aku engga liat Abi ,memang Abi kemana?”
Dia menanyakan ibuku dan Abi adalah sebutan dari bapaku
“Umi udah tidur kali..tapi kalo Abi belom pulang ?”
“Oo..ya udah, nanti di salamin aja ya?” kata nya
“Iya...!” aku menggangukan kepala
“Assalamualaikum ..”
“Waalaikum salam..”
Aku melambaikan tangan mengiringi langkah kepergian nya dan dia pun menoleh lagi kearah ku dan tersenyum dengan begitu manis nya .
Tirai gelap membungkus malam dengan begitu pekat nya ,cahaya dari kerikil-kerikil bintang-bintang tak mampu menerobos gelap nya malam,malam yang begitu pekat hingga tak ada cahaya yang menghias di cakrawala.
Pikiran ku masih saja melayang mencari tahu tentang apa yang ingin di tanya kan hingga aku tak bisa memejamkan mata ,malam yang begitu lambat bagi ku,sampai akhir nya ku terkapar tak berdaya oleh cumbuan nya yang memaksa ku untuk lelap dalam dekapan dingin nya malam.
Ke esokan pagi nya ,didalam kamar ku ketika aku ingin bergegas untuk pergi ke sekolah ,tiba-tiba saja foto ku bersama nya yang ku letak kan di atas meja belajar ku terjatuh dan kaca nya hancur, aku terkejut, kemudian ku ambil dan ku letak kan saja di atas meja belajar ku tanpa membersihkan lagi ,aku langsung pergi tanpa berpikir apa-apa karena aku memang mengejar waktu untuk segera sampai di sekolah
Ketika aku sampai di depan gerbang sekolah,seorang perempuan yang telah lanjut usia menegur ku,padahal aku sendiri tidak tahu siapa dia dan baru ini aku lihat dia di depan sekolah ku.
“Maaf,neng? Ibu perhatikan dari tadi tingkah mu aneh!”
“Maaf...Bu,Ibu ini siapa ,apakah ibu kenal sama saya ,trus ku lihat diri ku biasa-biasa aja ,engga ada keanehan..kenapa ibu bisa bilang seperti itu..?”Aku bertanya penasaran tentang itu semua
“Engga ,Ibu lihat kamu memang aneh ,tapi memang kamu tidak menyadari nya..!”
“Ah..Ibu jangan mengada-ada ,aku baik-baik aja ko’..!” Aku meyakinkan diri ku
“Maaf..Bu ,aku permisi mau masuk dulu..” Aku pamit pada nya dan meniggalkan nya tanpa perduli tentang apa yang dia katakan tadi.
Dan sesampai nya aku di dalam kelas ,aku jadi melamun dalam pikiran ku bertanya-tanya tentang apa yang dia katakan ibu tadi,apakah ada keanehan pada diri ku dan perasaan ku jadi tak menentu arah nya .
“Kenapa aku jadi gelisah ,kenapa perasaan ku jadi engga enak..!” Bisik batin ku
“Aah..mungkin memang perasaanku aja kali..!” Aku menepis tentang semua itu dan mengacuhkan nya
“Hei..pagi-pagi udah ngelamun..mikirin apaan..!” Tanya Fatma teman sebangku yang mengagetkan aku,aku tak tahu kalau dia sudah ada di samping kanan ku
“Engga...lo kapan masuk nya, tau-tau udah ada di sini !”
“Dari tadi ,lo aja engga tau..gw liat lo lagi ngelamun ,jadi lo mana tau kalo gw dateng..!” Jawab Fatma
“Lo’ lagi ngelamunin apaan sih...engga biasa-biasa nya gw liat lo seperti ini..?”
“Engga..gw, engga.. ngelamunin apa-apa ko’..lo aja yang berprasangka begitu sama gw..!” aku mencoba untuk menutupi dari nya, aku memang tak ingin orang tahu tentang apa yang sedang kurasakan ,sejak aku bertemu ibu tadi.

Waktu terus saja melangkah dan jam sekolah ku pun telah usai ,aku bergegas untuk pulang ,sepanjang perjalanan aku masih saja memikirkan tentang tadi pagi ,hingga di dalam angkot pun aku hanya diam memandang kosong di hadapanku,disamping ku teman-teman sekolah ku yang juga ada di dalam angkot bersama ku tengah asik bicara .
“Lis..lo diem aja ..kenapa..?” tanya Diana yang melihat ku diam saja, Diana adalah teman akrab dari semenjak masa kanak-kanak dan memang rumah nya tidak terlalu jauh dengan rumah ku dia pun satu sekolah dengan ku tetapi berbeda kelas
“Engga..engga ada apa-apa ko’..
“Oo..kirain ada masalah ..?”
“Engga..engga ada masalah apa-apa, gw lagi males ngomong aja, lagian seperti engga tau aja kalo gw orang nya gimana..?”
“Engga..gw liat hari ini lo ..beda aja..!”
“Beda apa nya sih..?”
“Ya..beda aja ..!” Diana menjawab dan mengacuhkan ku,aku pun kembali diam tak bicara lagi.
Tak berapa lama angkot yang aku naiki berhenti di pinggir jalan ,aku dan Diana turun duluan meninggalkan mereka teman-teman sekolah ku
“Semua..gw duluan ya..?” Diana menyapa mereka untuk turun duluan dan aku hanya mengikuti saja dari belakang
“Iya...hati-hati ya..? “ Jawab salahsatu dari mereka
Saling bergantian aku dan Diana membayar ongkos nya
“Lis...gw mau kerumah si Vivi dulu .lo mau ikut engga..?”
“Engga..ah,gw duluan aja ya..!” Pinta ku
“Bener lo engga ikut ..?”
“Engga ..udah lo’ aja ..gw jalan duluan ya..” Kata ku
“Oo..ya udah...hati-hati ya !”
Aku hanya menganggukan kepala
“Lo’ juga hati-hati ..jangan pulang malem-malem entar di cariin nyokap lo,!” kata ku lagi
“Bereees ..boss..!”Sambil mengangkat tangan kanan nya dan tersenyum meledek ku
Aku dan Diana berpisah di ujung jalan tak memakan waktu lama untuk sampai di rumah ku walaupun hanya dengan berjalan kaki,tapi entah kenapa tiba-tiba perasaan ku jadi semakin tidak enak ketika aku masuk ke dalam kamar ku apalagi saat ku lihat foto ku yang hancur karena terjatuh tadi pagi yang ku letakkan diatas meja belajar ,foto itu adalah sebuah moment aku dan dia pada saat tour perpisahan sekolah ke bandung tepat nya di lembang ,maribaya .
“Ada apa..sih ..ko’ tiba-tiba perasaan ku jadi semakin engga enak gini..!” Guman ku sendiri di dalam kamarku.
“Lis...makan dulu,Umi udah siapin nih..!” Suara Umi memanggil ku dari luar kamar.
“Sebentar Mi..!” Aku pun berteriak dari dalam kamarku menjawab seruan Umi.
Dan aku keluar kamar menemui Umi
“Umi masak apa..?”
“Biasa kesukaan kamu..sayur nangka di santenin..sama ayam goreng!”
“Umi tau..aja..!”
“ya..tau lah Lisa kan..anak Umi..” Sambil memanjakan ku
“Lis..kamu kenapa..?” Umi bertanya pada ku
“Memang nya Lisa kenapa Mi..”
“Engga ,Umi liat wajah kamu pucat,kamu sakit..?”
“Engga..Mi..!”
“Bener kamu engga sakit..”
“Iya...” aku menjawab sambil menganggukan kepala
“Ya..udah ..makan dulu ,Umi tinggal ke dapur ya.. “ Umi melangkah pergi meninggal kan aku sendiri
“Ko’ aku jadi kepikiran Rendy..ya..!” Bisik batin ku lagi
Dan... !!!
“ Praaak ,guntraang .” Seketika suara gelas terjatuh ke lantai karena tak sengaja terdampar oleh tangan ku.
“Suara..apa..Lis ?” Teriak Umi dari dapur karena mendengar suara itu dan tak lama Umi keluar menemui ku dengan tergesa-gesa.
“Gelas, jatuh Mi..?” Ku jawab
“Oo..ya udah biar Umi yang beresin kamu terusin aja makan nya ..”
Umi memang selalu memanjakan aku,beliau memang belum pernah memarahi ku dari aku kecil hingga aku beranjak dewasa sekarang ini, walaupun terkadang aku salah tapi Umi selalu membela ku .
Sore menjelang malam ,langit nampak merah ,senja masih menghias di cakrawala matahari segera terbenam di ufuk barat dan tirai gelap siap untuk di bentang kan .
Tiba-tiba..suara seorang perempuan memanggil ku dari depan rumah ku dengan begitu tergesa-gesa,suara yang memang tak asing lagi ku dengar.
“Lisa..!.Lisa..!Lisa...” Suara itu berkali-kali memanggil nama ku
Aku pun segera keluar dari dalam rumah ku dan ternyata perempuan yang memanggil ku adalah Diana
“ Ada apa Na...?”
“Rendy..Lis..! Rendy....! Rendy..!” Dia tergagap untuk bicara seakan telah terjadi sesuatu
Dan aku pun kaget ketika dia menyebut nama Rendy
“Ada apa..Na ,ada apa dengan Rendy..?” Aku tak kalah khawatir nya dengan dia sambil ku pegang bahu Diana
“Rendy..Rendy.. dia di rumah sakit..!”
“Haa..memang nya dia kenapa ..?” Aku benar-benar terkejut tentang apa yang dia bilang, pikiran ku langsung menuju ke pada nya
“Rumah sakit mana..?”Aku bertanya memastikan
“Dia di bawa kerumah sakit di Grogol..”
“Memang nya dia kenapa Na...?” Aku bertanya penasaran ,aku seakan tak percaya dengan yang di bilang Diana
“Cerita nya panjang ..Lis..nanti aku ceritain di sana ,sekarang ayo kita kesana...!”
Pikiran ku jadi semakin tak menentu arah nya dan aku diam memikirkan nya
“Hei..bengong...ayo.?” Diana mengagetkan ku
“Ayo kita berangkat ..!” Diana langsung saja menarik ku

Tanpa pamit lagi sama Umi,dengan penampilan seadanya dan jilbab yang memang selalu ku kenakan akhir nya aku dan Diana berangkat kesana ,Diana memberhentikan sebuah angkutan kota, sepanjang perjalanan aku diam memikirkan nya dan Diana begitu gelisah di samping ku dan akhir nya dia membuka suara.
“Lis..maafin aku ya..?” Dia memanggilku dan meminta maaf pada ku
Aku menoleh sambil menatap nya dan mendengar kan dia bicara karena aku memang belum mengerti apa yang telah terjadi sebelum nya
“Lis,.semua ini salah gw , kalo bukan karena gw ..kejadian ini engga bakal menimpa Rendy dan Rendy engga akan masuk rumah sakit..!”
“Maksud nya ..?” Aku menatap nya dan bertanya semakin penasaran ,dia menunduk lalu memandang ke arah depan kemudian menoleh kearah ku lagi sambil menarik nafas, dia pun meneruskan bicara
“Iya..Lis,sebelum kejadian itu ,setelah dari rumah Vivi,di jalan gw ketemu Rendy..!”
“Tadi nya gw engga tau ,dia yang memanggil gw..trus dia nyamperin gw lalu dia nanya gw “dari mana lo”trus gw jawab “dari rumah Vivi”
“Memang nya lo mau ngapain,kerumah Vivi..?” Tambah nya
“Tadi nya gw mau minta dianterin ke citra land,eh..ternyata dia nya lagi sakit,ya ..udah engga jadi..!”
“Mau ngapain..lo ke Citra Land ?” Rendy bertanya lagi
“Ada yang mau gw beli..!”
“Trus.. lo’ dari mana..ko’ lo masih pake seragam ,memang lo belom pulang ke rumah ?” Tanya Diana
“Abis dari rumah kawan gw,pulang mah gampang entar juga bisa ..nah lo’sendiri juga masih pake seragam pasti lo’ juga belom pulang kerumah,ngaku.. !” Rendy menjawab lalu membalas pertanyaan Diana
“Iya....!” Diana pun mengaku
“Ren..lo mau engga nganterin gw..ke CitraLand ?”
“Ya..udah ,ayo..!” Tanpa banyak basa-basi Rendy langsung mengiyakan saja
Dan Rendy langsung saja memberhentikan mobil angkutan kota untuk menuju ke sana tanpa memakan waktu lama memang pada saat itu arus mobil-mobil dijalan tidak terlalu padat akhir nya kami pun sampai dan turun di depan sebuah halte, baru saja kami turun dari angkutan itu dan tak jauh dari halte yang hanya berjarak lima meter.

“Tiba-tiba..!”

Diana menghentikan cerita nya dan sedikit menarik nafas seakan dia pun tak mampu untuk mencerita kan nya,dia kembali menarik nafas dan menghembuskan nya perlahan ,lalu menatap ku dengan wajah yang penuh rasa bersalah ,bibir nya seakan tak sanggup lagi untuk bicara
“Tiba-tiba...!” Diana meneruskan cerita nya dengan terbata-bata
“Sekelompok dari sekolahan lain turun dari sebuah bus dan langsung menyerang kami berdua,gw dan Rendy engga tau apa-apa, mereka langsung saja mengeroyok Rendy dan memukuli nya ,gw bingung harus gi mana ,gw Cuma bisa berteriak meminta tolong mengiba bantuan dari orang-orang sekitar yang melihat kejadian itu tapi mereka hanya diam saja tak berbuat apa-apa dan gw hanya bisa melihat kejadian itu sampai akhir nya seorang anggota polisi yang sedang berpatroli meletuskan senjata nya di udara dan mereka pun lari berhamburan kemana-mana Dan...!” Diana menghentikan lagi cerita nya dan menarik nafas seakan dia sendiri tak bisa bernafas untuk menceritakan nya
“Dan ..apa..Na..?” Aku yang tadi hanya mendengarkan cerita nya menjadi semakin penasaran dengan wajah kecemasan.
“ Sekali lagi mohon maafin gw ..Lis..!” Diana mengiba pada ku untuk memaaf kan nya
“Na..tolong lo jawab ..Dan..Rendy kenapa..?” Pikiran ku jadi semakin tak menentu dan tanpa ku sadari air mata ku mulai mengembang di kedua mata ku
Diana memandang ku dengan mata yang berkaca-kaca
“Dan.. salah satu dari mereka menghujam sebilah clurit ke tubuh nya ,gw sendiri engga tau gimana keadaan nya sekarang..!”
“Haa..”
Air mata ku turun perlahan mendengar cerita Diana ,pikiran ku mulai gelap seraya ingin pingsan ketika itu tapi ku coba untuk bertahan yang ku lakukan hanya memeluk Diana dan menangis di pelukan nya.
“Lis..maafin gw..?”Terdengar pelan suara Diana yang sedikit tersendat di samping telinga ku di dalam pelukan nya
Tak ada kata lagi yang keluar dari bibir ku yang bisa ku lakukan pada saat itu hanyalah menangis,menangis ,seakan aku tak rela bila terjadi sesuatu pada diri nya ,orang yang memang aku cintai yang selama ini mengisi hari-hari ku ,orang pertama yang ku cintai,orang pertama yang hadir dalam hidup ku yang telah ku curahkan rasa kasih dan sayang untuk nya
“Yaa..Allah,aku memohon pada-Mu selamatkan lah dia .”Bisik hati kecil ku mengadukan nasib nya kepada-Nya.
Semakin erat ku peluk Diana,seakan aku tak mampu menghadapi nya sendiri
“Lis..gw minta lo sabar ..ya..” Diana meminta ku sambil melepaskan pelukan nya
“Memang ini salah gw ..sekali lagi gw minta, lo maafin gw ..ya..?” Diana memandang ku nampak dari sorot mata nya mencari ketulusan maaf dari ku hingga berkali-kali Dia meminta maaf pada ku
“ Na,engga ada yang perlu di salahin, kita berdo’a aja semoga dia baik-baik aja..!” Dengan suara sedikit serak aku mencoba menepis kekhawatiran ku walau pun hati ini ingin menjerit dan berteriak
“Terima kasih..Lis..!”
Aku hanya menganggukan kepala dan ku biarkan saja air mata ku mengalir di pipi ku,dan tak lama aku dan Diana sampai di depan rumah sakit itu lalu ku sapu air mata ku yang tadi menghias di pipi ku dengan kedua tangan ku,kemudian kami turun dari angkutan kota ,jiwa dan perasaan ku bergetar ketika kaki ku mau melangkah masuk kedalam rumah sakit itu.
“Lo’ kenapa..Lis..?”Tanya Diana ketika melihat ku tiba-tiba berhenti
“Engga-engga apa-apa..!”
“Ayo kita masuk..!”Diana menarik tangan ku sambil melangkah sedikit berlari membawa ku
Dan Diana langsung saja bertanya kepada resepsionis yang sedang bertugas di rumah sakit itu.
“Maaf..Mba’ pasien yang nama nya Rendy ada di ruang mana ya..?” tanya Diana kepada petugas rumah sakit itu
“Sebentar ya.. saya cek dulu..?”
“Rendy Aseegaf ya..!” Kata resepsionis itu
“Iya...!” Diana mengiyakan
“Oo..dia ada di ruang UGD, di lantai dua..!”
“Terima kasih Mba’ ..! ”
Aku dan Diana langsung bergegas pergi kesana meninggalkan petugas itu,dengan memakai lift, kami menuju kesana dan tak jauh dari pintu lift terpampang sebuah tulisan ruang UGD yang tadi petugas bilang itu, kemudian dalam waktu yang bersamaan seorang dokter keluar dari ruang UGD itu.
Diana langsung saja berlari ke arah dokter itu dan bertanya kepada nya dan aku pun ikut berlari di belakang nya dengan membawa sejuta kecemasan
“Dok..gi mana dengan keadaan pasien yang bernama Rendy Aseegaf..?”
“Kamu siapa..nya ?” Tanya dokter itu kepada Diana
“Saya saudara nya dok..!” Diana menjawab dengan sedikit berbohong
Dan aku hanya diam saja mendengar pembicaraan mereka ,mata ku liar memandang tiap sekat kamar-kamar yang terbaris rapih di hadapan ku yang tertutup oleh gorden-gorden hijau muda, tak pelak aku memikirkan keadaan nya sambil berdo’a di dalam hati kecil ku,berdo’a untuk keadaan nya.
“Di mana orang tua nya ..?”Dokter itu menanyakan orang tua Rendy
“Ada dok ..sedang menuju kemari..!”
“Oo..nanti kalau orang tua nya sudah datang kemari ,tolong temui saya “dokter Agus firmansyah” Dan langsung saja ke ruangan saya ,ruang saya ada di ujung jalan ini ” sambil menunjuk arah nya
“Iya..dok..” Diana menjawab
“Terima kasih, saya tinggal dulu..” Dokter itu pergi meninggalkan kami
Bathin ku semakin cemas, tak ada jawaban yang bisa menenangkan hati ini,aku dan Diana hanya bisa diam dan menunggu ,menunggu kedatangan orang tua Rendy
“Na..apa orang tua Rendy udah di beri tau..?” Aku bertanya pada Diana untuk memastikan nya
“Udah Lis..tadi sebelum kerumah lo ,gw udah telpon orang tua nya dan kata nya mereka mau langsung kemari..!”
“Na..gi mana ya..keadaan nya ..?”
“Lis..kita berdo’a aja semoga dia baik-baik aja !”
Lama kami menunggu dengan sejuta resah yang melanda dengan seribu pertanyaan untuk sebuah kepastian tentang keadaan nya yang memang aku dan Diana tunggu,akhir nya kedua orang tua Rendy dan sanak family nya tiba, mereka datang dengan wajah
ke cemasan yang di perlihatkan .
“Lisa..udah lama di sini, trus gi mana keadaan nya .” Dengan tergesa-gesa ibu Rendy bertanya ke padaku,orang tua Rendy memang sudah akrab dengan ku

“Lisa juga engga tau ..bu..!” Aku hanya menjawab seada nya
“Tadi saya dan Diana sudah bertemu dengan dokter yang bersangkutan tapi kata dokter dia ingin berbicara langsung sama ibu dan bapak..” Tambah ku
“ Ibu dan bapa di suruh langsung menemui dokter Agus Firmansyah, ruangan nya ada di ujung jalan sana .” Diana langsung menyambung pembicaraan dan memberitahukannya sambil menunjukan arah nya .
“.. Ayo kita kesana pak..!” Dan orang tua Rendy pun pergi untuk menemui dokter itu.
Hanya kecemasan-kecemasan yang hadir pada saat itu tak ada suara yang keluar dari ku Diana dan juga mereka .semua hanya diam menunggu,menuggu kabar apa yang akan di dapat orang tua Rendy setelah bertemu dokter itu.
Lama kami menunggu akhir nya mereka pun keluar dari ruang dokter itu ,dengan langkah yang tak pasti, perlahan mereka menuju ke arah kami yang memang telah lama menunggu ,aku yang dari tadi cemas dan semakin cemas sudah tak sabar untuk mengetahui kabar tentang keadaan nya ,langsung saja aku berlari mendekati mereka dan bertanya dengan nafas tersendat-sendat.
“Gi..gi.. mana..bu, keadaan Rendy dan dokter bilang apa..?” aku bertanya seperti orang yang haus tentang kepastian keadaan nya
Tak ada jawaban yang keluar dari mulut mereka ,dan tiba-tiba saja ku lihat ibu Rendy menangis dengan begitu histeris nya sambil memeluk suami nya
Aku tak bergeming ,aku diam memandang mereka,air mata ku mulai mengalir di kedua pipi ku,apa yang telah terjadi dengan Rendy ”apakah..” pertanyaanku masih saja membelenggu jiwa ku ”ah..engga mungkin,engga mungkin....kalo Rendy..!” aku menepis apa yang ada dalam pikiran ku
“Bu..tolong jawab kenapa dengan Rendy ..?” aku merengek memohon sebuah jawaban

Dan mereka hanya diam terpaku di satu sisi tanpa menoleh ke arah ku

“Sabar..bu !,sabar..mungkin ini sudah menjadi takdir-Nya ,kita harus tabah dan ikhlas menerima nya..!” serak suara bapa menenangkan tangisan ibu sambil melepaskan pelukan dari nya
Apa yang ku dengar dan kulihat dari mereka membuat pikiran ku jadi tak menentu dan semakin kalut
“Engga..engga mungkin..! engga..mungkin ..engga..engga ! Rendy engga apa-apa kan ..bu, Rendy baik-baik aja kan pa..?” aku meyakinkan hati ku menepis semua kenyataan itu
Kemudian mereka hanya memandang ku dengan mata berkaca-kaca
“Lis...!” suara bapa mencoba menenangkan aku juga
“Engga..pa..! engga mungkin ..! pasti dokter itu salah..pasti dokter itu salah..!” aku mencoba untuk melangkah untuk menemui dokter itu ,baru saja aku ingin melangkahkan kaki ku seketika darah ku mengalir dan merayap ke ubun-ubun kepala ku dan mataku mulai nanar dan gelap, sampai akhir nya aku pingsan dan tak sadarkan diri
Entah berapa lama aku pingsan ketika aku membuka mata,ku lihat langit-langit yang begitu putih dan lampu-lampu yang menyilaukan mata setengah sadar aku memastikan kalau aku ada dimana dan ternyata aku berbaring di sebuah ruang perawatan, hingga ku menoleh ke samping arah kanan ku ,kulihat samar sesosok perempuan yang begitu cemas memandangi ku, sosok perempuan setengah baya yang cantik,yang tak lain adalah Umi ku sendiri.
“Úmi...!” aku berteriak dan bangkit memeluk Umi dengan mata yang masih berkaca-kaca
“Sabar...ya..nak..!” Umi mencoba untuk menenangkan aku dalam pelukan nya
“Rendy ..Mi...!”
“Iya...Umi sudah tau..” Umi menganganggukan kepala “tadi Diana sudah cerita sama Umi” sambil melepaskan pelukan nya dari ku dan menatap wajah ku dengan segurat rasa kasih sayang yang mendalam pada ku
“Umi sama siapa kemari..dan dari mana Umi tau kalau Lisa ada di sini ?” tanya ku penasaran karena Umi tiba-tiba sudah ada di samping ku
“Sama..Abi..! tuh Abi ada di depan sama Diana” lalu Umi menghela nafas dan bercerita
“Tadi setelah Lisa pingsan Diana langsung kerumah dan memberitahukan Umi,sebelum nya Umi panik di rumah mencari kamu karena kamu pergi engga bilang-bilang lagi sama Umi,Umi jadi khawatir,dan Diana bilang kalau Lisa pingsan dan ada di rumah sakit ,Umi jadi semakin panik,langsung saja Umi dan Abi kemari, tadi dalam perjalanan kemari, Diana bercerita sama Umi dan Abi, kenapa Lisa pingsan dan juga kejadian yang menimpa Rendy,Umi liat Diana merasa bersalah banget atas kejadian itu dan sekarang Abi sedang mencoba untuk menenangkan juga”
Aku hanya diam mendengar cerita Umi
“Sekarang keluarga Rendy ada dimana..Mi..?” aku bertanya lagi
“Mereka sudah membawa Rendy pulang ,dan kata orang tua nya, Rendy besok akan di kebumi kan”
“Rendy..oh..Rendy mengapa engkau pergi begitu cepat meninggalkan aku dan ketulusan cinta ku masih terbayang jelas dalam ingatan ku ketika engkau mengungkapkan rasa mu pada ku yang membuat ku terpesona akan cara mu bukan hanya itu kamu juga satu-satu nya yang jadi saingan ku dalam mengejar rangking ketika kita masih satu sekolah dulu yang membuat ku semangat dan juga salut sama kamu,
“Oh ..Rendy .” hati kecil ku berbisik ,perlahan dan tak henti-henti nya airmata ku mengalir di pipi ku seakan menjadi saksi bisu ketidak relaan kepergian nya.
“Tadi Umi sempat bertanya sama Diana” Umi melanjutkan cerita nya “Siapa yang menjamin Rendy di rumah sakit ini dan kata nya ada orang tua, umur nya kira-kira baru empat puluan ,dia yang membawa Rendy kemari bersama nya dan dia juga yang menjamin nya tapi Diana engga kenal siapa dia, tadi ketika keluarga membawa pulang Rendy dia pun ikut mengantar nya pulang .”
“Beliau siapa..Mi..?” aku bertanya penasaran siapakah orang tua itu yang mau menjamin Rendy di rumah sakit ini
“Umi juga engga kenal siapa ,tapi Diana sempat memperkenalkan Umi dan Abi ketika dia berada bersama keluarga Rendy, kalau Umi engga salah nama nya
pak Ranu..”

“ Ranu... seperti nya aku pernah mendengar nama itu tapi siapa ya..” hati kecil ku bertanya tentang nama itu ,dan pikiran ku melayang mencari tahu siapakah beliau itu tapi memang nama itu seakan tidak asing di telinga ku
“Ranu...Ranu..rasa-rasa nya memang tak asing nama itu, tapi siapa..?” aku masih saja berbisik kecil di hati ku mencari tahu siapa pak Ranu itu.
“Lis..Lisa..! kamu engga apa-apa nak..!” Umi mengangetkan ku membuyarkan lamunanku.
“Engga..engga..apa-apa Mi..” jawab ku tergagap
“Ya..udah Mi ..ayo kita keluar..!”aku mengajak Umi untuk keluar dari ruang itu

Dan ketika aku membuka pintu dari ruang itu

“Lis..kamu udah siuman nak..?” sambil melangkah kearah ku dan juga Diana Abi menyapa ku dengan kekhawatiran yang tampak dari wajah nya
“Lo’ baik-baik aja kan Lis..!” tanya Diana dengan segurat kekhawatiran juga
Dan aku hanya menganggukan kepala sambil sedikit tersenyum menjawab dari pertanyaan Abi dan Diana
“Ayo ,kita pulang ...!” aku mengajak mereka semua untuk pergi dari rumah sakit itu
“Ya udah mari kita pulang..!” jawab Abi “Tapi sebentar Abi pamit dulu sama dokter itu.”Abi melangkah ke arah ruang dokter itu dan kami hanya mengikuti dari belakang dan hanya sampai di depan ruang dokter itu.
“Tok..tok..tok..”Abi mengetuk pintu ruang dokter itu
“Ya..silahkan masuk..?” suara dokter mempersilahkan masuk dan Abi pun perlahan membuka pintu dan masuk meninggalkan kami di depan
“Maaf,dok..!”
“Ya..ada apa..?” dokter menjawab
“Kami mau permisi pulang..!”
“Oo..silahkan ..silahkan..!” kata dokter itu
“Anak bapak sudah siuman..!” tanya dokter itu
“Sudah dok..! terima kasih banyak ,dok.kami pamit dulu !” kata Abi

Dokter itu hanya menggangguk-angukan kepala dan tersenyum lalu dokter itu berkata lagi
“Di jaga ya..pak? anak nya, karena sekarang ini jiwa nya lagi terguncang dan itu akan memudahkan jiwa nya lepas kendali dan akan mudah pingsan juga..tapi sekarang-sekarang ini kondisi nya cukup baik.!”
“Sekali lagi terima kasih ,dok..” Abi tersenyum dan melangkah keluar meninggalkan dokter dan ruangan nya.

Malam menghias di kelopak mata ,angin menerpa tubuh ku dan sedikit menyejukan jiwa ku ,langit-langit nampak cerah ,bintang-bintang bertaburan di atas cakrawala dan bulan tersenyum dengan indah nya
Tapi hati ini...! seakan tak kuasa menghadapi kenyataan ini ,ingin saja aku menjerit dan berteriak agar dada ini tak lagi sesak menahan kepiluan hati atas kepergian nya
Baru saja kami keluar melangkah dari rumah sakit itu, sebuah angkutan kota berhenti di depan kami dengan suara kenek yang mencoba menawarkan kami untuk mau singgah dan duduk-duduk sebentar di dalam mobil nya dan kami semua terpengaruh oleh tawaran nya untuk naik ke mobil nya ,karena memang trayek angkutan itu melewati jalan kerumah ku.
“Mi..Lisa mau ke rumah Rendy..sekarang..?” pinta ku kepada Umi yang duduk di sebelah ku sedangkan Abi dan Diana duduk di bangku belakang
“Besok aja Lis..! kamu istirahat dulu di rumah..besok baru kita sama-sama kesana!” pinta Umi kepada ku dengan suara yang lembut sambil mengusap kepala ku
Aku hanya diam memandang arah kanan ku menerawang langi-langit yang cerah diatas sana oleh sinaran bulan dan bintang-bintang, dengah hati yang masih terbalut kesedihan
Tak ada yang bersuara di dalam angkutan itu hanya suara kenek yang menggerincingkan segenggam uang receh di tangan nya sambil menanyakan ongkos yang harus di bayar oleh si pengguna jasa nya ,telah lama angkutan itu melaju melintasi tiap-tiap badan jalan dan meninggalkan pohon-pohon yang terbaris rapih di pinggir jalan akhir nya angkutan itu berhenti di sebuah halte di depan jalan yang memang tak jauh lagi menuju arah rumah ku dan kami pun turun meninggalkan angkutan itu.
“Diana biar bapak anter pulang ya..?” Abi menawarkan jasa untuk mengantar pulang Diana dan Diana hanya diam tertunduk lesu tanpa menjawab
“Umi ,Abi anter Diana pulang dulu ya..?” Abi pamit sama Umi dan Umi hanya menganggukan kepala
Dan kami pun berpisah di ujung jalan ,aku dan Umi menapaki tiap jengkal jalan menuju arah rumah dan nampak rumah ku yang begitu sepi oleh karena malam yang memaksa tiap-tiap isi rumah untuk memejamkan mata,sampai di dalam rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar ku dan tanpa ku sadari air mata ku kembali meleleh di pipi ku karena memikirkan nya ,ku baringkan saja tubuh dan jiwa ku diatas tempat tidur ku dan terbayang wajah dan senyum terakhir nya ketika malam itu,hingga tanpa ku sadari malam memaksa ku lagi untuk di selimuti dalam dekapan nya .
Ke esokan hari nya aku ,Umi,Abi dan Diana sudah bersiap-siap untuk bergegas diri untuk ke rumah Rendy tak memakan waktu lama dengan memakai jasa angkutan kota kami pun akhir nya sampai di depan gang, rumah Rendy.
Nampak dari kejauhan terlihat ramai di depan rumah nya, silih berganti tetangga datang ke rumah nya untuk mengungkapkan rasa turut berduka cita atas kepergian nya dan keluarga di mohonkan untuk tetap bersabar.
“Assalamualaikum..” Abi memberi salam kepada mereka
“Waalaikumsalam .”mereka semua menjawab mendengar salam Abi.
Aku langsung melangkah kedalam rumah nya bersama Umi dan Diana dan Abi hanya di luar bersama mereka-mereka yang lain,alunan suara ayat-ayat suci di perdengarkan untuk mengantarkan kepergian nya menghadap sang maha pencipta ,aku seakan tak kuasa melihat sosok tubuh yang terbaring di atas lantai yang berselimut rapat dari ujung kaki hingga ujung kepala dan berkali-kali air mata ku mengalir dari kedua mata ku seakan tak pernah kering dan habis untuk nya.
Dan nampak seorang lelaki tua masuk kedalam dengan membawa kitab suci al-Qur’an dan duduk di samping tubuh yang terbaring sambil membuka dan membaca ayat-ayat-Nya. Dan memang aku kenal lelaki tua itu yang mempunyai nama lengkap Ranu Hermawan beliau adalah guru bahasa ku ketika sekolah Mts dulu bersama dengan Rendy, ingin aku menyapa nya tapi beliau tak terlalu menghiraukan di sekeliling nya dan juga beliau lagi sibuk membaca ayat suci al-Qur’an .
“Aku tunggu saja setelah beliau selesai membaca ayat suci al-Qur’an baru aku menyapanya..!”bisik dalam hati ku
“Lis..itu orang nya yang di perkenalkan Diana sama Umi..yang membawa Rendy kerumah sakit dan menjamin nya !” Umi berbisik pelan kepada ku sambil menunjuk kearah lelaki tua itu.
Dan aku terkejut ketika Umi bilang pak Ranu adalah sosok orang yang menolong Rendy “Masya Allah..Mi, beliau adalah guru bahasa Lisa ketika masih sekolah Mts dulu dan memang Rendy adalah murid kesayangan dalam bidang pengajaran nya dan juga prestasi yang di buat nya.” Aku berbicara merenspon Umi
Aku seakan tak percaya setelah lama tak melihat nya, guru yang memang asik dalam pengajaran nya dan juga banyak di sukai oleh murid-murid nya karena mempunyai segudang humor dalam mengajar hingga semua murid-murid di kelas ku begitu menghormati nya .dan sekarang aku di pertemukan lagi dalam situasi dan tempat yang berbeda “Subhannaallah” aku memuji-Nya atas pertemuanku dengan beliau,ingin rasa nya aku mencium tangan nya dan mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan nya selama ini dan juga saat ini.
Lama aku memandang beliau dalam diam ku akhir nya beliau telah selesai membaca ayat-suci al-Qur’an dan beliau beranjak meninggalkan tempat duduk nya ,aku yang dari tadi menunggu dan langsung menyapa nya ketika beliau melintas tak jauh dari hadapan ku.
“Pak Ranu...!” suara ku pelan memanggil nya

Beliau menoleh ke arah ku karena mendengar ada yang memanggil nama nya dan aku melangkah ke arah nya dengan Umi di belakang ku kemudian aku mencium tangan nya,sedang Diana hanya diam tak beranjak
“Lisa...kamu Lisa kan ..!” pak Ranu berkata mencoba meyakinkan hati nya kalau aku memang Lisa murid nya dulu
“Iya..pak,saya Lisa..”
“Gi mana kabar kamu ..Lis..?”
“Alhamdullilah..”
“Bapak gimana kabarnya?”
“Alhamdullilah, baik”
“Pak ..ini ibu saya...!”aku memperkenalkan Umi ku kepada beliau
“Sebentar-sebentar seperti nya bapak pernah melihat ibu kamu,iya..iya..kalau engga salah waktu di rumah sakit kemarin..!” pak Ranu memutar memori ingatan nya dan sesekali manggut-manggut “Ibu mu cantik ya..!!”Lanjut nya memuji
Dan Umi ku hanya tersenyum menimpali nya
“Jadi kamu masih...” pak Ranu mencoba menebak
Ketika Rendy mengungkapakan rasa cinta nya pada ku di lembang, maribaya dan resmi pacaran, semua tahu dan gempar, bahkan bukan hanya teman-teman sekolah ku yang tahu, tetapi semua guru-guru pun tahu bahkan ada juga yang bilang kalau kami memang cocok dan pantas karena aku dan Rendy selalu berprestasi dan menjadi harapan di sekolah,dan memang sebelum nya, kami pun di nobatkan sebagai raja dan ratu ketika acara perpisahan sekolah (Mts) di bandung lembang,maribaya dan lagi-lagi karena prestasi yang kami buat.

“Iya..pak..! aku menjawab
“Bapak turut berduka cita ..atas kepergian nya “
“Terima kasih..pak..”
“Pak,saya mau tanya sama bapak tentang semua ini ,dan kenapa bapak bisa disini..?”
“Oo..” pak Ranu hanya mengganguk-anggukan kepala atas pertanyaan ku
“Ya..udah ayo kita keluar dulu..”kata beliau
Dan aku pun melangkah keluar mengikuti nya dan mencari tempat untuk mendengarkan cerita nya sedangkan Umi hanya di dalam saja tidak mengikuti kami.dan kami duduk di sudut teras rumah Rendy
“Iya pada saat itu bapak..sedang berjalan pulang dari wali kota .”pak Ranu memulai cerita nya “Dan ketika bapak melihat kerumunan orang banyak dan juga ada polisi di situ,bapak berhenti dan menyandarkan motor di pinggir jalan ,entah kenapa hati bapak tergerak untuk melihat nya dan bapak langsung saja menerobos dari celah-celah kerumunan orang-orang itu,dan seketika bapak di buat kaget oleh nya, karena yang terkapar tak berdaya dengan berlumuran darah, yang terus saja mengalir dari perut nya itu, yang juga masih mengenakan seragam sekolah, adalah Rendy dan bapak liat disamping nya seorang perempuan yang berseragam sekolah, duduk lemas sambil memangku kepala nya dan menangis meratapi , tanpa berpikir panjang lagi bapak langsung membawa nya ke rumah sakit terdekat pada saat itu bapak rasakan ia masih bernafas” pak Ranu bercerita sambil mengingat-ingat dan melanjutkan nya “Tapi bapak engga tahu persis ihwal kejadian nya,tapi kata siswi perempuan itu Rendy langsung saja di keroyok tanpa tau permasalahan nya ,semoga saja mereka semua nya dapat di bekuk oleh polisi dan mendapat ganjaran nya sesuai dengan perbuatan nya” pak Ranu pun sedikit menunjukan kekesalan nya.
Dan aku hanya diam mendengar cerita dari pak Ranu tanpa berbicara sedikit pun,seakan aku tak mempunyai suara lagi untuk bicara dan lidah ku seakan menjadi kaku mendengar itu semua ,kedua mata ku berkaca-kaca memandang polos tembok-tembok yang berdiri di hadapan ku dan pak Ranu diam tak melanjutkan cerita nya sambil menarik nafas dan menghembuskan nya kembali.
Waktu melangkah perlahan,semua sesuatu dan syarat-syarat nya sudah di lakukan termasuk sholat jenazah nya dan longsongan keranda sudah di persiapakan untuk membawa nya, segera upacara pemakaman akan di laksanakan semua orang-orang bersiap-siap untuk mengantar kepergian nya termasuk aku,keluarga Rendy,
Pak Ranu,Abi dan Umi serta Diana ,hanya beberapa meter saja dari rumah nya dengan hanya melangkah kan kaki tak jauh sudah nampak pemakaman umum yang terhampar begitu luas, yang di miliki oleh pemerintah, yang di kelola orang setempat di situ, kami pun memasuki areal pemakaman itu dan nampak gundukan-gundukan tanah merah mencuat diatas tanah yang memang sebelum nya sudah digali dan di persiapkan oleh si penggali-penggali itu.
Aku tak kuasa melihat dia di kebumikan hingga aku hanya melihat nya dari kejauhan ,angin bertiup kencang seiring seorang ustadz melantunkan do’a-do’a untuk mengantar kepergiannya, sambil tertunduk lesu mereka-mereka menundukan kepala sambil mengangkat kedua tangan nya dan mengAmienkan nya.Setelah semuanya telah selesai, satu persatu mereka pergi meninggalkan tempat itu termasuk Umi,Abi,Pak Ranu dan juga Diana serta Keluarga,dan tinggal aku sendiri berdiri mematung, memandangi sebongkah tanah merah yang masih basah yang bernisan kayu itu, dan perlahan aku melangkah mendekati nya .
Langit nampak muram ,angin bertiup semakin kencang,awan-awan hitam saling berkejaran dan berpadu menjadi satu menutupi sengatan panasnya matahari dan perlahan langit pun menitikan air mata ,seiring air mata ku menetes memandangi nama nya yang terukir di atas kayu itu,jiwa ku lemas seperti tak bertulang hingga ku terkulai jatuh berlutut di samping peristirahatan nya ,hujan terus saja menerpa ku membasahi tubuh dan jiwa ku yang pasrah, tubuh ku membungkuk meraba dan menciun tanah pembaringan nya,bibir ku bergetar memanggil-manggil nama nya dengan isak tangis ku yang samar dengan gemericik suara hujan diatas tanah.
“Rendy..kekasih ku ,mengapa engkau pergi begitu cepat meninggalkan aku,meninggalkan cinta kita, cinta yang telah kau ukir di hati ku,mengapa engkau pupuskan kebahagiaan yang telah ku dapat kan dari mu, Rendy ajak lah aku bersama mu dan cinta mu ,bawalah aku untuk selalu ada di samping mu..oh..Rendy..engkaulah kekasih sejati di hati ku, oh..Rendy ..!” aku terbaring pasrah di atas tanah kuburan nya
Semakin aku tak kuasa mengendalikan jiwa ku ketika kenangan indah bersama nya menawan hatiku ,aku menangis sejadi-jadi nya,menjerit dan berteriak sekeras-keras nya sambil menatap langit, keras nya suara ku membelah gemericik suara hujan dan menghujam langit-langit hitam hingga suara ku tak lagi bersuara.
Tanpa ku sadari, suara Umi singgah di telinga ku dan memeluk ku dengan begitu erat nya,ku rasakan kasih sayang Umi menyerap di dalam jiwa ku dan menghangatkan dingin nya kalbu ku walau deras hujan melapisi pakaian Umi ku.
“Lisa..! sudah..sudah ,jangan menangis lagi nak,.yang pergi biar lah dia pergi, tabahkan hati mu dan ikhlas kanlah dia di sana.” Dengan lembut Umi mencoba untuk menenangkan aku dengan belaian tangan nya yang merayap di atas kepala ku.
Aku hanya diam dan menangis dalam pelukan Umi sambil ku peluk dengan begitu erat nya , pikiran ku masih tak terarah dan tangisan ku pun masih belum sirna,
ku pejamkan mata diantara bayang-bayang wajah nya sampai ku membuka mata lagi ,di hadapan ku terlihat samar Abi berdiri dan hanya diam memandangi kami berdua tanpa bisa berbuat apa-apa.
“Ayo..nak..!”Umi memapah ku berdiri untuk beranjak pergi dan Abi mencoba membantu ku berdiri tanpa bicara ,dan kami melangkah menapaki tanah merah yang basah, sesaat aku berhenti dan menoleh lagi memandangi kayu yang berdiri tertancap di atas gundukan tanah merah itu.

Dari dalam lubuk hati kecil ku bicara.
“Oh..kekasih yang ku cintai ,aku antar kepergian mu bersama cinta yang ku miliki, yang kau tanam dengan ketulusan mu dan juga kesetian mu ,selamat jalan kekasih, walau hati ini berat melepas kepergian mu namun do’a ku kan selalu ada bersamamu,semoga engkau tenang di peristirahatan abadi dan di terima di sisi-Nya....” haru batin ku mendo’a kan dan mengAmien kan nya di iringi air mata yang berpadu dengan air hujan
Hari berbalut muram dan langit masih menitikan air mata nya ,cahaya matahari seakan tak mampu menerobos pekat nya awan hitam ,aku melangkah pergi,dengan membawa hati yang masih terbalut kesedihan,membawa segenggam duka yang bersemayam di jiwa ,membawa sejuta kenangan indah bersama nya
Sejak kejadian itu ,aku hanya mengurung diri di dalam kamar ku ,aku tak lagi bersua dengan keluarga ku bahkan orang-orang di sekitar rumah ku,aku hanya diam di dalam kamar ku dan hanya kesunyian yang menjadi teman setia ku.



Dari semua yang aku cinta
Hanya kau yang paling setia
Kau luluhkan aku..
Membuat diriku mencintai mu
Tuhan jangan pisahkan ku..
Dengan dia yang ku cinta
Karena hanya dia...
Yang membuat ku lebih berarti
Tetaplah mencintai ku
Hingga di penghujung waktu ku
Pegang erat cinta ini
Hingga dunia tak bermentari
Tetaplah mencinta ku..
kaulah belahan jiwa ku
Jangan pernah.. tinggalkan ku..
ku tak mampu bila..
harus berpisah dari dirimu...

Perlahan air mata ku menghias di wajah, dari kedua mata ku yang berkaca,mengalunkan irama-irama kerinduan, menancap panorama cinta yang indah bersama.

Selasa, 15 Maret 2011

" story.."

Gadis manis di Stasiun
Ketika senja berakhir, gelap merambah menepi malam yang merangkak. Ada kegelisahan jiwa yang tersengat sepi. Jiwa yang bergelut malam, menggapai cahaya terangi sunyi. Semesta auramu adalah gemintang yang cantik.Tak mampu ninakan mimpiku, hingga fajar menyambut Mentari yang perkasa. Kau telah menjadi sinar kehangatan, ketika dingin embun menyongsong pagi. Seperti angin pagi yang tenang adalah hembusan nafas malaikat pengantar rahmat dari Tuhan. Dan wajah yang menyatu dalam mega pagi menggeliat ranum, diufuk timur. Wajahmu adalah tarikan nafasku dalam kabut kerinduan pesona yang tak pernah sirna.
“Virelly, ya Virelly.” Nama yang keluar dari bibir yang indah, yang membuat aku harus berada disini, di kota Gudeg. Sudah satu minggu aku menempati kamar kost, yang letaknya tidak terlalu jauh dari Malioboro. Tempat kost yang cukup bagus, bersih, dan oke. Struktur bangunannya seperti Wisma. Ada empat belas kamar. Dengan arsitektur, ruang tengah seperti pendopo, tapi tertata rapi. Ada meja dan kursi mebel yang empuk. Memang disediakan untuk tamu-tamu para penghuni kost. Karena itu adalah salah satu draf larangan bagi penghuni kost menerima tamu didalam kamarnya.
Bu Ratmini, nama pemilik kost.Tapi anak-anak kost memanggilnya Bu Min. Orangnya ramah dan wibawa, umurnya menurut fillingku hampir puluhan tidak lebih. Tapi masih wuaah, jujur saja Bu Min memang cantik. Penampilannya sederhana, tapi masih jelas benar kalau Bu Min adalah kembang kampus, kalau dia pernah kuliah dimasa mudanya. Atau kembang desa kalau Bu Min pernah tinggal di desa. Gurat kecantikannya masih kuat menarik pesona yang menatapnya.

Hari minggu.
Aku malas-malasan ditempat tidur. Jarum jam dinding menunjukan pukul delapan pagi. mataku menerawang kelangit-langit kamar yang putih. Ini misiku, misi mencari seorang gadis yang telah melumpuhkan akal sehatku. Gadis kemayu yang naik Kereta bisnis jurusan Yogya.
Waktu itu, aku baru saja tiba di Stasiun Gambir. Pulang berlibur dari Parangtritis Yogyakarta. Untuk menghilangkan penat dan bosan. Karena kami baru saja selesai ujian nasional. Dengan tiga orang temanku. Ragil simulut ember, karena kalau berbicara nyerocos seperti petasan pesta sunatan. Bonang situkang kibul, karena sering membohongi kami bertiga. Dan Bram simuka ngantuk, karena matanya yang siyep seperti orang ngantuk. Sebenarnya nama aslinya Ramli. Katanya biar keren dipanggil Bram. Padahal walaupun dipanggil Bram, tetap saja mukanya sepet seperti rujak babal.
Orang tuaku memberiku nama Romanza Feruzia Ramdani. Yang aku tahu, aku lahir dibulan Ramadhan. Panggilanku Roman, sesuai dengan namanya romantis dan roman wajah yang ganteng. Memang waktu di SMA, aku PeDe abis. Dengan bangga banyak siswi SMA yang ingin jadi pacarku.
Hobiku tulis-menulis puisi. Telah dibuktikan juara lomba menulis dan baca puisi disekolah. Kirim-kirim cerpen dan cerber dimajalah-majalah remaja. Dan selalu dimuat. Aku supel dan gagah. Pantang menyerah kalau sudah ada maunya. Apalagi yang kumau adalah cinta? Bila seorang gadis yang telah menyentuh rasa cintaku, dengan segala upaya aku harus meraihnya. Adalah suatu kebanggaan bila aku bisa menaklukan gadis itu, dalam kompetisi tidak resmi dengan siswa lain.
Baru kali ini aku merasakan mata pelangi menyusup keiga sanubariku, hingga aku merasakan keresahan yang indah. Disetiap saat, kemenemukan bayangan wajah gemulai. Ada kerinduan yang sangat. Semenjak aku kenal gadis bermata lembut, di Stasiun Gambir. Gadis yang lugu, rambut menjuntai melewati bahu, hampir menyentuh pinggul, ayu. Namun tatapan matanya yang indah seperti kehilangan makna, yang membuatku ingin tahu, ada apa dengan Virelly?
“Teman-teman, kalian jalan duluan ya! ... Aku mo pipis sebentar, tunggu aku didepan!” Ideku spontan waktu itu. Padahal aku penasaran mau mendekati gadis yang sedang berdiri seorang diri. Ketika kami melewati ruang antrian tiket.
Setelah mereka berlalu aku segera menghampiri gadis semampai seperti pohon palem hias, dengan sweater digapit diantara pinggang dan tangan kanannya.
“Hei, sendiri?” Sapaku setelah berada tepat didepan mukanya. Ia sedikit tersentak, tidak menyangka kalau ada orang asing tiba-tiba menyapanya. Ia menatapku dingin.
“Aku Roman, Romanza..” Kucoba mengenalkan namaku tampa diminta, sambil tanganku kujulurkan kedepannya. Ia tetap diam, hanya matanya yang menatapku dalam.
“Ooh, mata yamg indah, sejuk, begitu sempurna.”ceracau batinku.
Entah apa yang ada dibenaknya tentang diriku. Kubalas menatapnya. Ingin kutembus relung hatinya. Dan kubisikan ketulusan jiwaku untuk mengenalnya.
“Virelly,...” Suara yang lembut bersamaan tangan yang halus menyentuh telapak tanganku. Mungkin batinnya mengerti bahasa mataku yang tulus, sehingga Ia mau menyebutkan nama.
Belum sempat aku mengucapkan kata-kata, yang terpana dengan keanggunannya, seperti putri salju atau bidadari dari Bintang di Surga. Tiba-tiba seorang lelaki setegah tua menarik tangannya. Menjauh dariku yang terperangah menatap langkahnya. Dan akhirnya mereka berdua lenyap dari pandanganku, masuk kedalam kereta bisnis jurusan Yogyakarta.
“Hahh,Virelly...” Desahku sambil memiringkan badanku dan memeluk guling. Semakin malas untuk bangun dari tempat tidur.
”Dimana kamu bidadariku? Kamu tidak tahu, kalau aku berada disini hanya untukmu. Demi waktu, yang memaksaku harus menemukanmu. Hanya kamu yang dapat membunuh rasa gelisah yang menganiayaku. Ah, kenapa aku segila ini? inikah cinta?...” Gejolak batinku.
“Virelly, sedang bahagiakah kamu? Atau apakah kamu sedang lara? Bila hatimu sedang berduka? Aku datang bidadariku... Aku akan menghiburmu. Membasuh laramu agar kamu bisa tersenyum, senyum yang sempurna tanpa beban.” Pikiranku masih bergulir-gulir dalam bayangan yang hampa, tak mau pergi dari benakku.
Jam dinding sudah menunjukan pukul 9.15. Kupaksakan bangkit dari tempat tidur. Sebenarnya planningku hari ini mau jalan-jalan ke Candi Borobudur. Berdiri sejenak didepan kaca. Kutatap wajahku yang kusut dan rambut depan sebagian menutupi wajahku. Kusibak rambutku kebelakang dan jelas semua terlihat wajahku yang flamboyan. Kata orang wajahku mirip bintang film Superboy.
Ku raih handuk yang nyangkut dicapstok, semua persiapan mandi telah kubawa. Maklum disini kamar mandinya umum. Maksudnya untuk semua penghuni kost. Biasanya jam segini sudah sepi, tidak antri lagi, yang dimulai dari jam enam. Dan biasanya sampai jam delapan. Kamar mandi letaknya di sudut sebelah kiri kamarku. Ada empat kamar mandi untuk pria dan empat kamar mandi untuk wanita yang dibatasi dengan dinding.
Aku belum tahu berapa jumlah penghuni kost disini. Yang kutahu kamar untuk cowok ada delapan. Dan kamar untuk cewek ada enam. Dan satu kamar boleh diisi dua orang, tidak boleh lebih dari tiga orang. Bu Min tinggal dilantai atas. Aku belum kenal satu persatunya Penghuni disini. Paling ada beberapa yang aku kenal, itupun hanya wajahnya saja, belum tahu siapa-siapa namanya? Kalau ketemu pas berhadapan paling-paling senyum saja. Atau hey, hallo, bila ketemu penghuni kost wanita. Selama disini memang aku lebih banyak dikamar. Selalu bekutat didepan laptopku. Aku mencoba membuat cerita. Ingin menjadi seorang novelis. Seperti Habiburrahman Elshiradji yang sukses dengan novel pembangun jiwanya, AYAT-AYAT CINTA. Paling-paling kalau keluar cari makan atau main ke Malioboro, lihat-lihat keramaian yang menjajakan macam-macam sajian yang berselera. Dan menyaksikan musisi jalanan sedang beraksi.
“Huss hah,...” segar rasanya badanku kuguyur dari ujung kepala hingga kaki.
“byurr, byurr...” Terdengar suara seseorang yang sedang mandi dikamar mandi sebelah. Dan samar-samar suara seorang wanita, melantunkan tembang lagu Rasti. Yang judulnya Hanya coba-coba. Rupanya masih ada toh yang malas-malasan, seperi aku jam segini baru mandi.
Rasanya ada semangat baru setelah mandi. Dan aku sudah siap untuk berangkat ke Candi Borobudur yang termasyur itu. Celana jean belel, kaos tangan panjang warna kecoklat-coklatan dan tidak lupa topi sudah siap nempel diatas kepalaku. Topi sangat berguna untuk menutupi wajah dari tamparan cahaya Matahari. Rasanya belum lengkap kalau tidak membawa tas gamblok.
“Kak Roman!” Aku terperangah mendengar suara memanggil namaku, ketika kumelangkah keluar dari pintu depan. Kumenoleh kearah sumber suara. Ternyata yang empunya seorang wanita tidak jauh disebelah kananku, sedang merapikan pot-pot bunga. Memang dihalaman depan rumah kost banyak tanaman-tanaman bunga hias. Nyata sekali kalau pemilik rumah kost ini sangat menyukai bunga.
“Kak Romanza ‘kan?” Tanyanya lagi untuk meyakinkan dirinya sendiri. Aku tidak lansung menjawab. Aku masih terheran, kok ada seorang gadis yang mengenal namaku dengan lengkap. Akhirnya ku anggukan kepalaku sambil tersenyum. Diapun tersenyum cerah memamerkan gigi-gigi putihnya ala pepsodent.
“Mau kemana, Rapih benar?”
“Mau jalan-jalan Mbak.”
“Ee...Jangan panggil Mbak dong, aku ‘kan lebih muda dari kamu, panggil saja Gita ya?” Pintanya sambil melangkah mendekatiku.
“Gita, putrinya Ibu kost.” Membahasakan dirinya dengan menyebut namanya mengganti kata aku, sambil menjulurkan tangannya setelah berhenti didepanku.
“O, Mulutku membentuk huruf o. Pantas kalau diamat-amati mirip sekali dengan Bu Min. Kujulurkan tanganku untuk bersentuhan dengan tangan yang halus dan lembut.
“Hmm, aku sudah seminggu disini tapi baru melihat kamu sekarang?” Tanyaku mengalihkan keterpakuanku.
“Gita sudah tiga hari disini, kakak saja yang tidak perhatian. Seminggu aku di Jakarta, dirumah Papa. Karena aku liburan sekolah selesai semester.”
“Jakartanya dimana Git?”
“Di Cengkareng, Perumahan Taman Citra Pelangi”
“Setahuku Taman Citra Pelangi di Kalideres, bukan di Cengkareng. Rumah Papa kamu di blok apa?”Aku jadi penasaran.
“O, Gita tahunya cengkareng saja tuh! Rumah Papa di blok A4 no.41.”
“O, ya?!”... Aku terperangah, ternyata tetangga dengan Rumahku. Maksudku Rumah orang tuaku, blok A4 no.43A. Aku kenal betul penghuni A4 no.41, Namanya Pak Brotowiryadi, istrinya masih sangat muda, sekitar dua tiga atau dua empatan. Namanya tante Yuni. Dan baru punya satu putra bernama Tomy. Mereka sangat baik dengan keluargaku. Biarlah kurasahasiakan saja. Aku tidak mau Gita tahu Rumahku bersebelahan dengan Rumah Papanya. Aku kemari sedang membawa misi rahasia. Rahasia hati.
“Emang kamu tahu Perumahan Taman Citra Pelangi? Selidiknya. Mungkin merasa heran dengan keterkejutanku.
“Ya tahu, aku punya teman disana, tapi lupa Bloknya.” Aku berbohong
“Maaf ya Git, nanti kita sambung lagi obrolan kita. Aku jalan dulu ya?”
“Hei Gita, lagi asyik ya?” Tiba-tiba ada yang nongol dari dalam rumah. Gadis manis berbaju ungu terong, berlengan pendek dan celana jeans dengan tas kecil disandangnya.
“Pasti cewek yang tadi mandi sambil bersenandung. Pantas suaranya cantik, cocoklah dengan orangya, yang manis.” Batinku mengagumi.
“Hei juga mbak Rini, mau jalan-jalan ya hari minggu?” Sepertinya Gita sudah cukup akrab dengan wanita yang dipanggilnya Mbak Rini.
“Sudah janjian dengan kak Roman, Mbak Rini?” Aku tersentak, Rini menatapku sekilas.
Kemudian.
“Ah, bisa saja kamu Git! Mbak Rini kenal juga belum?”
“Ya juga tidak apa-apa mbak, cocok deh. Yang satu cantik, yang satunya lagi ganteng.” Gita terus saja meledek.
Memang usia Gita lebih muda dari kami berdua. Dia seusia adikku, Azkya Shekha Ayu Permadani.
“Mbak Rini mau kemana?” Tanyaku, dari tadi aku diam saja mendengarkan celotehnya Gita. Aku jadi ikut-ikutan memanggil Mbak.
“O, ya. Aku Romanza.” Kujulurkan tanganku.
“Dwi Sasrini Sriwangsityasti. Panggil saja Rini.” Balasnya sambil tersenyum setelah tangannya menjabat tanganku.
“Pertanyaanku yang tadi belum kamu jawab?” Tanyaku ingin tahu tujuannya.
“Aduh, dilepasin dulu dong tangannya, jadi cemburu neeh!” Suara Gita menggoda. Tanpa kusadari tanganku masih menggenggam tangan Rini. Secepatnya kulepas genggamanku sambil kutersipu kecut.
“Mau ke Candi,” Jawabnya singkat.
“Kita satu tujuan, Boleh aku ikut bersamamu?”
“Lho kamu kan bukan anak kecil, jadi tidak perlu dituntun.” Guraunya sambil tersenyum renyah.
“Kalau tidak merepotkan? Maksudku biar ada teman ngobrol diperjalanan.” Belaku.
“Kan’ bisa ngobrol sama kernet atau sopir?” Candanya.
Aku tau dari nada dan raut wajahnya, kalau Rini hanya bercanda.
“Oke, jangan diambil hati ya?” Rini meralat kata-katanya. Mungkin untuk menghiburku yang sudah terlanjur masam.

Di Candi Borobudur.
Suasana cukup sejuk, angin semilir membelai kulit, Matahari tersenyum puas, karena dapat memberikan sinarnya untuk kelangsungan makhluk hidup dimuka Bumi ini. Langit diatas candi begitu cerah menambah kemegahan peninggalan kerajaan Majapahit . Dinasti Syailendra. Rini masih bersamaku, katanya sudah ada janji dengan temannya disini.
Selama dalam perjalanan Rini lebih banyak bercerita. Orangnya gaul cepat akrab. Didalam mobil aku dapat satu tempat duduk dengannya. Ternyata Rini mahasiswi Fakultas hukum. Katanya suatu saat ingin punya lawyer office sendiri.
“Kamu di Fakultas apa? Kok aku tidak pernah melihat kamu di kampus.” Tanyanya suatu ketika.
“Aku bukan Mahasiswa.”
“Kamu kerja? Kerja apa?” Tanyanya penuh selidik.
“Aku pengangguran.”
“Jangan bercanda Rom, tidak mungkinlah?”
Rini tidak percaya kalau aku memang benar-benar pengangguran.
“Aku memang punya cita-cita kuliah di UGM, tapi aku tidak lulus UMPTN. Jadi terpaksa tahun depan coba lagi. Dan aku kesini mau lihat-lihat suasana kota musisi ini, untuk mengenal lingkungan terlebih dahulu. Ya sambil cari inspirasi yang bisa aku tulis. Enam bulan lagi kalau aku lulus ujian dan diterima di UGM, aku sudah bisa ketemu kamu setiap hari di Kampus” Candaku menggoda
“Tidak perlu enam bulan lagi, kalau mau ketemu setiap hari, bisa. Wong kita tinggal satu atap. O ya, Kamu cari inspirasi apa untuk ditulis, bikin lagu?
“Menulis cerita,” Jawabku singkat.
“Cerita apa?”
“Cerita cinta yang disukai anak muda.”
“Emangnya kamu skenario, untuk film apa? Aku mau jadi bintang utamanya.”
“Hahaa,..” Aku tertawa
“Ketinggian kali?!... Aku Cuma belajar bikin cerita untuk dikirim kemajalah-majalah. Cerpen atau cerber. Syukur-syukur kalau bisa buat novel. Dan ada produser yang tertarik untuk dibuat layar lebar. Pasti aku usulkan kamu jadi bintang utama wanitanya. Dan bintang utama prianya aku, cocok kan?”
“Ya mudah-mudahan saja.” Jawabnya datar. Entah apa makna dalam hatinya. Karena aku sendiri belum yakin bisa sampai kesana.
Borobudur memang mengagumkan. Pantas banyak turis manca negara yang berkunjung. Aku sendiri tak bisa membedakan dari negara mana bule-bule itu berasal. Karena orang-orang Eropa mempunyai kulit yang sama. Di Asia hanya Australia yang berkulit bule karena nenek moyang mereka berasal dari Eropa. Ada juga turis-turis bermata sipit dan berkulit putih. Mungkin turis dari Jepang, Korea atau dari Cina.
“Hei, temanku sudah datang...” Rini menunjuk kearah pintu masuk candi. Mataku spontan mengikuti arah telunjuknya. Gadis semampai berambut pendek berkaca mata hitam. Semakin dekat melangkah, dadaku semakin berdegup gempita. Aku mengenali gadis itu.
“Virelly, hoh Virelly! Benarkah kamu itu?” Batinku tersentak bergemuruh.
Semakin mendekat semakin jelas.

Wajah yang selalu bercahaya dalam jiwaku
Wajah yang selalu menari-nari dalan tidurku
Dan wajah yang selalu ada disetiap denyut nadiku

Kaulah sekeping hati yang kucari
Untuk menemani sekeping hatiku
Dan ku ikat dengan ikatan cinta.

Batinku berpuisi.

“Tapi kenapa begitu cepat banyak perubahan dalam diri kamu?” Sebuah pertanyaan yang menyelinap di dalam hati.
“Hei, sudah lama ya?” Sapanya setelah mendekat.
Aku masih terpaku.
“Lumayan,” Jawab Rini
“Siapa ini, yang disamping kamu ‘kok tidak pernah cerita?”
Pertanyaan yang menghenyakkan alam sadarku.
“Oh ya, kenalkan teman satu rumah kost, tapi bukan teman satu kamar lho?” Rini memperkenalkan aku.
“Ranty,” Sebutnya. Setelah tanganya ku genggam. Ada getaran yang aneh menyalip dalam hati. “Ranty, kenapa bukan Virelly?”
“Heh, tidak punya nama ya?” Sentaknya, melihat aku masih termangu.
“Roman.” Jawabku datar.
“O, bukan Roman picisan ‘kan? Ledekya
“Hm, ma,maaf “ Aku tergagap.
“Mm, apa kamu kenal dengan Virelly? Tanyaku setelah menyedot udara sampai kedalam perutku. Sekilas ada perubahan dalam wajahnya, sebelum dapat mengendalikannya.
Dengan tenang dan sejuk suaranya.
“Aku tidak kenal dengan Virelly, Apakah dia saudaramu atau kekasihmu?” Virelly balik bertanya.
“Bukan, dia mirip dengan kamu. Seperti apel merah dibelah dua. Dan aku membutuhkan dia.”
“ O, ya... Membutuhkan untuk apa?”
“Membutuhkan sekeping hatinya, untuk sekeping hatiku.”
“Sudahlah Ranty, Kamu tidak akan mengerti kalau berbicara dengan seorang pujangga.” Rini nyeletuk.
“O, aku suka dengan pujangga, kata-katanya selalu indah dan mengandung arti.” Ucap Ranty.
Aku senang mendengarnya. Ada kesejukan didadaku, berarti aku masih ada kesempatan untuk mengetahui siapa Ranty?
“O ya Rom, maaf ya aku mau jalan-jalan dengan Rini, lain kali aku mau dengar lagi ucapan-ucapan seorang pujangga. Rininya aku pinjam dulu ya?.” Masih sempat Ranty meledekku.
“Oke gadis-gadis pengharum bumi.” Jawabku sekenanya.
Ranty dan Rini terus melangkah menaiki undak-berundak Candi. Aku hanya dapat memandangi langkahnya. Dalam hati aku tak diinginkan mereka. Sungguh malang nian diriku. Setelah lihat-lihat sebentar, akhirnya aku putuskan untuk cepat pulang. Saat ini hatiku tidak menikmati suasana kesejukan semilir angin bukit-bukit disekeliling candi. Semua terhalamg oleh kegusaran riak riak hati, oleh bayang-bayang Ranty dan Virelly. Lain kali saja aku akan menikmati keindahan candi ini.

Candi-candi cinta yang kokoh tertanam dipadang
Gersang jiwaku.
Desiran-desiran harum angin di bukit cinta
Porak-porandakan gelombang-gelombang detak jantung.

lirih saat kau pergi,
Jiwa yang kau tikam dengan mata belati tatapanmu
Membuncah pelangi-pelangi asmara benak yang terpukau pesona.

Senyum angin tegalan titip bayang rona diwajahmu
Menggamit gelisah,risau rindu dengan sejentik asa.

Riak-riak rindu sepi nadi kasih bersenandung sungkawa
Teriaki hari.....
Teriaki waktu.....
berpeluhku nafasmu
bernafasku cintamu
Ooh, Ku ingin hidupku berbalas kasihmu.

Puisi hati mengiringi langkah gontaiku.


Tiba didepan Rumah kost, terdengar ada suara keributan dari dalam. Ku urungkan langkahku untuk masuk. Suara seorang lelaki yang membentak-bentak dengan kasar.
“Dasar perempun jalang!... Perempuan lacur!... Ayo pulang?!”
Kudengar ada suara seorang lelaki yang membentak – bentak dengan kasar dan suara perempuan yang sedang menangis, dan teriak-teriak tidak mau pulang.
Tiba-tiba pintu depan terbuka, seorang lelaki dengan kasar menarik dan menyeret seorang perempuan dengan paksa keluar dari rumah.
“Ayo pulang perempuan lacur?!”
“Tidak mau, aku tidak mau pulang!” Sengitnya
Lelaki itu terus memaksanya, menarik tangannya seperti menarik kambing dengan tambang. Dan kambing melawan tidak mau jalan. Didalam kulihat ada Bu Min dan Gita yang terpaku tak bisa berbuat apa-apa. Yang lain tidak kulihat. Mumgkin masih diluar sedang menikmati liburan hari Minggu.
Ku merasa iba, kasihan melihat makhluk yang lemah. Yang seharusnya dikasihi, disayangi. Aku jadi teringat ibuku, Bagaimana kalau Ayahku menyakiti ibuku sepeti itu?
“Mas, mas sabar mas,” Aku menahan tangannya yang sedang menarik perempuan yang sudah jatuh terduduk dan merintih-rintih, memohon kepada lelaki itu. Kalau kudengar dari keributannya lelaki itu adalah suaminya. Tapi mendengar permohonan dan rintihannya, lelaki itu semakin kasar menendangnya dan memukulnya.
“Mas, sudah Mas kasihan..” ku ulangi ucapanku.
Lelaki itu menoleh kearahku dengan wajahnya yang merah dan garang. Badannya tegap berambut cepak dan berkulit gelap.
“Siapa kamu?!... Mau ikut campur urusanku!” Bentaknya.
“Maaf Mas, saya bukan mau ikut campur, tapi apa tidak bisa dengan baik-baik?
“Apa kamu bilang? Perempuan lacur seperti dia tidak perlu dikasihani!” Sambil tangannya menunjuk kearah perempuan yang sudah melas itu.
“Maksudku, masih ada cara lain Mas, bukan kasar seperti itu.”
“O, jadi kamu mau membela perempuan lacur ini?” Hardiknya.
Aku memang tidak tau permasalahan kedua orang itu. Yang aku tau, aku tidak tega dan tidak ingin ada orang yang menyiksa orang lain didepanku. Apalagi seorang wanita yang lemah. Yang perlu dilindungi.
“Jangan-jangan kamu yang membawa lari istriku..”
Aku terkejut mendengar perkataannya. Tapi aku berusaha tetap tenang.
“Mas, jangan salah paham. Aku hanya tidak bisa melihat oramg disiksa.”
“Kalau kamu tidak suka, kamu pergi saja?!”... Hardiknya kasar
“Maaf Mas, kamar kost saya disini. Saya juga berhak untuk tidak mendengar keributan disini.”
“O, jadi kamu menantang saya?” matanya melotot dan berkacak pinggang.
Tapi aku merasa ada keberanian menghadapi orang sepeti ini. Walaupun badan lelaki itu lebih besar, tapi dia sedang emosi. Aku jadi ingat perkataan guru karateku, dulu waktu masih di SMA.
Katanya “Menghadapi orang yang sedang emosi dan orang yang sedang mabuk itu lebih mudah, karena dia tidak bisa konsentrasi. Dan memukulnya membabi buta. Kita mudah menghindar atau menangkis dan bergerak memberi kuncian terakhir. Memiting tangannya kebelakang atau menjatuhkannya.”
“Maaf Mas, aku tidak berani menantang Mas. Mas ini menurut hukum sudah salah. Menyakiti orang lain sekalipun istri sendiri, ada undang-undangnya. Mas bisa masuk penjara. Dan Mas juga sudah melakukan kesalahan membuat onar dirumah orang, kalau Ibu kost tidak senang Mas bisa dilaporkan.”
Ucapanku seperti orang yang tau hukum. Padahal nemunya juga dari berita-berita disurat kabar. Banyak istri-istri yang melaporkan suaminya karena telah melakukan kekerasan rumah tangga. Memang tujuanku untuk menyadarkannya, agar dia sedikit takut mendengar kata penjara yang memang tempat yang setiap orang tidak mau memimpikannya.
“Kamu jangan mengajariku, anak ingusan!” Bengisnya belum juga reda.
“Ya, aku juga tidak senang kamu buat keributan disini! aku mau telpon polisi!” Tiba-tiba terdengar suara Bu Min. Yang sudah berada didekat perempuan yang dari tadi sedang menghiba dilantai.
Mendengar ucapan Bu Min, kuperhatikan wajah lelaki itu agak kecut juga.
“Jadi kamu tidak mau pulang ?!” Hardiknya sambil melotot kearah perempuan itu.
“ Sekarang kamu bebas, awas nanti!” Ancamnya.
“Kamu juga, awas kalau ketemu! Aku akan buat perhitungan...?!” Ancamnya yang ditujukan kepadaku sambil memandangku kejam dan ngeloyor pergi.
Kulihat Gita menghampiriku.
“Terima kasih kak Roman, untung ada kakak?”
“Terima kasih sama Ibu, ‘kan Ibu yang buat dia pergi.”aku menatap Ibu Min yang masih tampak lebih muda dari usianya.
“Kalau tidak ada kamu Rom, justru Ibu ketakutan. Sudahlah, ayo kita tolong nak Rasty, Gita kamu ambil air minum ya?” Perintah Ibunya.
Ternyata perempuan itu bernama Rasty, sama dengan nama artis sinetron yang merambah kedunia tarik suara itu. Tapi wajahnya lebih cantik.
Aku membantu Bu Min memapah Rasty dan mengantar kekamarnya, membaringkannya ditempat tidur. Sebelum aku pergi masih mendengar ucapan Bu Min.
“Sudah kamu istirahat dulu ya“ Kulihat Ibu Min menarikan selimut ketubuh Rasty. Dan Gita masuk membawa segelas air. Aku ngeloyor keluar dan tak tahu apa-apa lagi yang terjadi dikamar Rasty.
Dikamar kubaringkan tubuhku. Masih terbayang-bayang wajah-wajah melankolis. Virelly, Ranty, Juga Rasty.
“Rasty, Ranty. Nama yang mirip, wajahnya juga tidak jauh beda. Lalu siapa Virelly? Dan dimana dia? Apakah mereka tiga bersaudara. Terus siapa lelaki kasar yang berkulit legam itu? Kenapa bisa menjadi suaminya Rasty, yang berkulit putih bersih pualam? Sangat kontras seperti minyak dan air.” Pikiranku berputar-putar diatas langit-langit kamar yang putih dengan setumpuk pertanyaan. Hingga akhirnya kuterlelap dalam mimpi yang aneh-aneh.
Jam 17.30 aku terbangun dari tidurku. Sudah dua jam aku tertidur. Aku bangkit dari pembaringan dan berniat untuk mandi, rasanya badanku lengket-lengket bau keringat. Ketika aku menuju kamar mandi aku berpapasan dengan Gita. Dan dia bilang nanti malam mau ngobrol-ngobrol denganku. Aku anggukan saja kepalaku.
Selepas isya Gita mengetuk kamarku.
“Kak Roman bisa keluar tidak?” suaranya memanggilku.
“Ya, sebentar.” Sahutku. Aku sisir rambutku yang lurus panjang hampir sepundak. Selepas SMA sampai sekarang aku tidak pernah cukur rambut.
Di taman depan Rumah kost ada ayunan bangku panjang. Gita mengajakku duduk disana. Gita banyak bercerita tentang keluarganya. Dari masalah orang tuanya yang bercerai karena berlatar belakang perbedaan prinsip. Dan mempertahankan ego masing-masing, tidak mempertimbangkan anak yang jadi korban. Ayahnya telah menikah lagi dengan tante Yuni yang masih muda itu. Yang lebih pantas menjadi kakaknya Gita. Gita ikut Ibunya, tapi Ibunya tidak membatasi. Kalau Gita kangen dengan Papanya, diizinkan pergi ke Jakarta menginap disana. Biasanya setiap liburan sekolah Gita pasti kesana. Gita kelas dua SMA. Ibunya tidak menikah lagi katanya trauma dan ingin membesarkan dan membahagiakan Gita. Ibunya bilang kalau kawin lagi, takut suami barunya tidak sayang dengan anaknya.
Mungkin ada benarnya juga pemikiran Bu Min. Karena dijaman sekarang, banyak kejadian-kejadian bapak tiri yang menyiksa anak tirinya atau sebaliknya, ibu tiri menyiksa anak tirinya.
Pada kesempatan lain kutanyakan bagaimana keadaan Rasty. Karena dari tadi aku hanya jadi pendengar setianya.
“ Kasihan Rasty, nasibya seperti itu.” Gumamku.
“ Suaminya memang kejam, sudah beberapa kali dia memaksa Mbak Rasty untuk pulang, tapi Mbak Rasty tidak pernah mau. Dan tadi siang adalah puncak kekejamannya.” Cerita Gita.
“Apakah kamu tahu masalahannya, kenapa Rasty tidak mau diajak pulang oleh suaminya?” tanyaku.
“Mbak Rasty tidak mau cerita, dia hanya bilang tidak mencintainya. Dan menikah karena terpaksa.”
“Rasty kerja dimana dan kerja apa? Aku perhatikan dia kalau berangakat jam tiga sore?”
“Mbak Rasty kerja di caffe, dan kalau pulang sudah larut malam, selalu diantar oleh lelaki yang berbeda. Ibu pernah menegur tapi jawabnya teman atau keamanan caffe.”
Jam di hp ku sudah menunjukan pukul 21.10. ku lihat Rini baru pulang dan bertegur sapa dengan Gita.
“Pulang Mbak Rini?” Basa-basi Gita.
“Lagi santai ya? Mbak masuk dulu ya...”
Aku hanya tersenyum, kulihat Rini menatapku dan memberikan senyumnya yang manis. Entah apa arti senyum itu.
Malam beranjak bersama cerahnya wajah rembulan. Kerlip bintang gemintang dibalik awan putih. Cerianya langit malam ini. Angin pun berleha-leha sejuk bahagia. Sebahagia wajah gita yang duduk disampingku.
“Kak Roman... ‘Mm...”
“Apa Git? Tanyaku, karena gita tidak meneruskan ucapannya.
“Mm, tidak jadi deh.”
“Kenapa?” Tanyaku memanjakannya. Entah mengapa aku merasakan Gita seperti adikku sendiri.
“Tidak kenapa-kenapa, coba lihat kak bintang yang bercahaya kemerah-merahan.” Gita mengalihkan tema pembicaraan dan pandangannya pindah keatas langit. Tangannya menunjukan mataku untuk mengikuti arah telunjuknya.
“Itu bukan bintang manis, itu planet mars kalau kata ilmuan.”
Tanpa disadari Gita, kepalanya menyandar dipundaku. Aku hanya bisa membiarkan dan merasakan wangi parfumnya dicumbui angin malam.
Sebelum berpisah Gita bilang, kalau besok sore minta dianter ketoko buku di Matahari Departemen Store. Aku mengiyakan saja. Lagipula ada baiknya untuk aku, biar lebih mengenal kota Jogya. Siapa tahu aku bisa bertemu dengan Virelly.