Rabu, 16 Maret 2011

" LOVE "

Kondisiku sudah mantap, sehat seperti sediakala. Nanti malam, malam minggu. Gita minta ditemani ketempat pesta ulang tahun temannya. Aku sudah bilang, menolaknya secara halus. Tapi Gita merengek minta ditemani. Akhirnya aku tak tega. Padahal Rasty juga mengundangku ketempatnya bekerja. Aku pikir, memenuhi undangan Rasty nanti sajalah masih banyak hari.
Di tempat pesta ulang tahun.
Rumahnya begitu megah, seperti rumah pejabat atau konglomerat. Teman-teman sekolah Gita sudah banyak yang datang. Memang hanya teman-teman sekolah yang diundangnya, kata Gita. Melihat suasana seperti ini, aku minder juga. Sedangkan Gita sedang asyik cipiki-cipika dengan teman-teman ceweknya. Dandanannya wuah,.wuahh semua. Dengan pakaian pesta, ala anak-anak sekarang. Rok mini dan pakaian setengah jadi.
“Hey, selamat ulang tahun ya..” Gita menyalami cewek yang pernah kulihat disekolahnya. Yang waktu itu, paling manis diantara teman-temannya. Malam ini nampak lebih cantik dan lebih dewasa. Kata Gita ulang tahunnya yang ke-17.
Setelah Gita dan teman selesai cipika-cipiki, tanpa diminta kujulurkan tanganku.
“Selamat Ulang Tahun ya,.. Happy birthday, semoga panjang umur, tambah cantik dan ..” Ucapanku terhenti bingung mau bilang apalagi.
“Dan dapat pacar yang ganteng” Katanya melanjutkan ucapanku.
Tangan kami belum terlepas, dia terus menatap wajahku.
“O ya, namaku Cindy.”
“Romanza.” Sebutku.
“Kamu kakaknya Gita?” Tanyanya.
Kemudian Gita menarik tangan Cindy sebelum aku sempat menjawab pertanyaanya, agak menjauh dariku. Kulihat Gita membisikan sesuatu pada Cindy.
Acara akan segera dimulai. Em Ce sudah mulai dengan kata-kata pembukaanya. Yang paling mengejutkan adalah namaku dipanggil. Rupanya ini adalah permintaan Gita yang berbisik-bisik dengan Cindy. Aku dipersilahkan untuk membacakan sebuah puisi. Aku gelagapan ditembak mendadak.
“Roman,...Roman,... Roman...” Suara-suara meneriakan namaku sambil tepruk tangan. Ini pasti sponsor dari Gita, seakan memaksaku untuk segera kedepan, Akhirnya dengan terpaksa aku melangkah keatas pentas, seorang MC memberikan aku mix.
Lalu...
“Selamt malam, puisi ini kupersembahkan khusus untuk seseorang yang berbahagia malam ini, yang sedang berulang tahun. Cindy Stephany. Puisi ini aku beri judul Bidadari cinta

Bidadari cinta...
Wajahmu adalah kerinduan dibalik dinding malam.

Bidadari cinta...
Wajahmu adalah pelangi hati dilangit mimpi.

Bidadari cinta....
Cahayamu adalah lilin jiwa yang menerangi gelapnya kalbu.

Bidadari cinta....
Cintamu adalah bintang kecil yang berkerlip indah dilangit detak jantungku.
Cintamu adalah gelombang nafasku yang beralun sendu mencarimu.

Bidadari cinta....
Kuingin cintamu adalah keabadian dalam darahku
yang menemani malamku gemerlap bintang bahagia
yang menemani hariku adalah mentari ketulusan kasih sayangmu.
Tapi bidadariku engkau dimana...?

Terima kasih.. “
Sambutan tepuk tangan cukup hangat, menghantarkan langkahku kembali ketempat semula. Gita sedang senyum-senyum saja merasa puas mengerjai aku. Yang sangat mengejutkan, Cindy menyambutku dengan ciuman hangat.
“Terima kasih, Puisimu bagus banget!.. CupS!..” Sebuah ciuman mendarat dipipiku. Kulirik Gita salah tingkah, Mungkin tidak suka aku mendapatkan hadiah ciuman dari Cindy.
Acara selanjutnya adalah tiup lilin dan potong kue. Diiringi lagu Happy birthday. Potongan kue pertama diberikan kepada Mamanya. Karena Papa Cindy sedang berada diluar negeri. Lalu yang kedua, Cindy mencari-cari untuk siapa kue yang sudah ada ditangannya diberikan? Biasanya kue tersebut akan diberikan kepada orang yang sangat special setelah orang tuanya. Cindy menatap kesemua tamu undangan yang hadir. Aku berpikir, apakah cewek secantik Cindy dan anak konglomerat masih jomblo. Cindy melangkah kearahku, dalam hatiku Cindy akan memberikannya untuk salah satu dari cowok-cowok yang ada disamping kananku. Tapi ternyata membuatku terkejut dua kali. Cindy memberikan kue itu untuku. Suasana semakin riuh..
“Cium... cium...cium... “ Yel-yel itu ditujukan agar aku mencium Cindy. Cindy hanya tersipu-sipu merekah. Tidak ada pilihan lain bagiku kecuali mencium pipi kiri dan pipi kanannya. Ada yang jutek banget disampingku menyaksikan kejadian ini semua. Aku puas melihat Gita, biar dia menyesal mengajaku kepesta ulang tahun Cindy.
Di acara puncak yaitu nge-Disc bersama (disco). Cindy menarik tanganku untuk turun. Aku sudah berusaha menolak menghargai perasaan Gita, tapi Cindy memaksa. Katanya,
“Pinjam sebentar kakakmu ya Git?”
Tidak menunggu jawaban dari Gita, boleh atau tidak? Cindy memaksaku untuk turun kedisco.Cindy semangat banget dengan gerakan-gerakannya, terkadang erotis. Aku tidak bisa mengikuti gayanya. Sedangkan Gita aku lihat sudah turun, mungkin dengan teman sekolahnya. Walaupun kalau kuperhatikan Gita melakukannya dengan terpaksa. Dan selalu melirik aku.
Sebelum acara selesai, Gita mengajaku pulang. Katanya Mamanya pesan, jangan terlalu malam pulangnya. Diperjalanan Gita lebih banyak diam, aku tidak tau kenapa? Biasanya dia yang paling banyak bertanya. Kulirik dari kaca spion motor, wajahnya disembunyikan dibelakang badanku. Ah biarlah mungkin Gita sudah mengantuk. Batinku.
Aku merasa senang, dikelilingi gadis-gadis cantik yang setiap orang belum tentu mendapat anugerah ini. Ada Gita yang manja, ada Rini yang punya suara merdu. Rasty yang sangat perhatian. Dan Cindy yang sering curhat. Memang setelah acara ulang tahunnya Cindy sering menelpon aku. Mungkin Gita yang memberikan nomorku. Tapi semua tak sebahagia bila hatiku menyentuh nama Virelly. Virellyanty alias Ranty, aku sudah menemukan pujaan hatiku. Yang membuat repihan hatiku gelisah, Virelly sangat mengagumi Jay, seorang penulis yang namanya mulai mencuat kepermukaan. Aku tidak ingin Virelly mencintaiku karena aku ini Jay. Aku ingin Virelly mencintaiku sebagai Romanza apa adanya. Karena cinta yang mengikut sertakan embel-embel akan pudar seiring waktu yang menenggelamkan ketenaran. Tapi cinta dengan ketulusannya akan abadi dalam susah, apalagi dalam senang.
Tugasku yang lebih mulia dari urusan pribadiku adalah bagaimana aku bisa menyatukan lagi dua saudara kakak dan adik. Virellyanty dan Rasty. Aku sudah berjanji pada Rasty akan membantunya.

Hari minggu, aku dan Virelly kecandi Borobudur. Sudah janji lewat telpon sebelumnya. Diundak yang paling atas aku dan Virelly memandangi sekelilingnya, keindahan-keindahan bukit. Seindah hatiku bersama gadis realitaku. Karena kutak ingin Virelly hanya menjadi gadis impianku. Kami berdiri sejajar memandangi keindahan alam. Rambut Virelly begitu indah melambai, seperti daun kelapa dicumbui angin bukit.
“Virelly, boleh’kan aku panggil kamu Virelly bukan Ranty?”
“Terserah saja, mau panggil apa? Virelly, Ranty? Semuanya bagus ‘kan?”
“Ya, tapi aku panggil Virelly saja. Nama yang pertama kali aku dengar dari suaramu. Oh ya, kamu masih ingat pertemuan kita yang pertama?”
“Ingat...”
“Dimana?”
“Disini, dicandi ini. Waktu kamu bersama Rini.”
“Virelly, aku sudah tau siapa kamu sebenarnya?”
“Emangnya aku siapa sebenarnya? Ya aku adalah aku’lah...” Katanya merajut.
“Kamu tidak ingat pertama kita ketemu di stasiun Gambir?”
“Aku ingat. Bahkan ketika melihatmu, waktu bersama Rini, aku mengingat-ingat sepertinya pernah kenal kamu, tapi dimana?”
“Yang bersama kamu waktu itu siapa?” Tanyaku.
“Oh,..Om Adit. Tetangganya Om Andi, juga karyawan dikantor Om Adit. Dulunya juga karyawan Papa. Kebetulan mau pulang kampung, melihat anaknya yang sedang sakit. Kebetulan juga, aku mau kuliah disini dan akan tinggal dirumah Om Andi. Menemani Tante Widya yang timggal seorang diri. Tante Widya tidak mau tinggal di Jakarta. Katanya sayang rumahnya tidak ada yang merawatnya. Om Andi datang seminggu sekali. Sedangkan anak satu-satunya, Rendy Jayadi kuliah di London.”
“O... Begitu ceritanya, dan akhirnya bertemu aku. Emang jodoh kali ya?” Candaku.
“Enak saja jodoh sama pujangga, setiap hari makannya syair terus...”
“Lho, sama pujangga enak lagi... Sedihnya saja sudah indah apalagi indahnya?” Kataku membela diri.
Hari ini hatiku begitu bahagia. Sumringah dikalbu, detak nadi cinta berirama nafas rindu yang terobati. Tak ingin anginpun melewatkan suasana aroma cinta yang harum ini.
“Virelly, taukah kamu?... aku datang kesini, ke Jogya hanya untuk menemui kamu.” Akhirnya kukatakan perasaan yang tersembunyi dibatinku. Kutatap matanya dengan kesungguhan jiwa. Bahwa aku tulus bukan ngegombal.
“Sungguh Virelly... Wajahmu adalah cermin rinduku. Namamu adalah bunga jiwaku. Cintamu adalah kepingan hatiku, yang belum sempurna. Kuingin kepingan hatimu yang menyempurnakan dalam ikatan kasih sayang.”
Virelly hanya terdiam. Balas menatapku. Tiba-tiba bibirnya bergerak.
“Romanza, aku tau jiwaku bergetar bila didekatmu. Aku merasakan siksa kerinduan bila sepi meradangku. Sejak bertemu denganmu dicandi ini, jadi saksi ikrar kalbuku bahwa cintaku telah kutitipkan dimimipiku hanya untukmu.”
“Virelly, kamu mencintaiku...”
Virelly tertunduk tak mampu menatap sorot mataku. Kusentuh dagunya dengan ibu jariku. Kuangkat perlahan, kuingin tau jawaban dari matanya yang indah seperti mata bintang. Untung siang ini suasana disekelilingku sepi. Hanya ada muda-mudi seperti kami yang sedang asyik dengan pasangannya.
“Cintaku hanya untuk mimpiku dan mimpimu.” Suaranya seperti mendesah.
“Apa maksudmu Virelly?”
“Kamu adalah pujangga, kamu pasti tau jawabannya?”
“Sungguh aku tidak mengerti...”
“Nanti kamu akan mengerti, sekarang kita berteman saja. Dan nikmati keindahannya sebelum keindahan itu terhempas seperti ranting-ranting kering yang meranggas ditiup angin.”
Hah, ternyata aku tidak dapat menangkap makna dari ungkapannya. Yang kutau ada yang disembunyikan dalam dirinya. Tapi biarlah kuingin tau keindahan apa yang akan terhempas? Dan apa yang sebenarnya terjadi pada Virelly?
“Relly, dengarkan aku... Sekalipun keindahan itu akan terhempas, aku tak peduli. Asalkan aku selalu bisa didekatmu. Dan takdir yang akan mengubahnya. Tuhan telah mempertemukan kita. Dan takdir yang akan menyatukannya.”
“Sudahlah Rom, lebih baik kita bicarakan yang lain saja. Kalau kita membicarakan cinta hanya menorehkan perih saja.”
“Kenapa Rell? Bukankah cinta itu keindahan yang membuai seseorang yang jatuh kedalam kubangannya. Bahkan dapat membutakan mata dan hati.”
“Memang, kalau cinta itu datang dari hati nurani... Bukan dari kehendak yang lain atau karena cinta palsu. Sudahlah ya,.. aku mohon kita cari tema yang lain saja. Atau kamu cerita deh, cerita apa saja.” Virelly bersungut kesal.
“Oke, oke... Mm’ kalau aku bertanya tentang dirimu, kamu marah tidak?”
“Tergantung!”
“Tidak jadi bertanya deh’ takut kamu marah?”
“Kenapa? Emang pertanyaannya bikin orang marah ya?”
“Tergantung?” Balasku menirukan ucapannya.
“Tergantung apanya?” Tanyanya.
“Tergantung orangnya, pemarah atau tidak?”
“Jadi kamu mau bilang, kalau aku pemarah?”
“Belum tau...?” Aku tersenyum.
“Oke, sekarang kamu coba bertanya dan aku ini marah atau tidak?”
“Baik, Kenapa kamu mengubah penampilanmu?” Aku ingin membuktikan ucapannya. Vierelly akan marah atau tidak.
Virelly tertawa masgul,..
“Kenapa tertawa? Perasaan tidak ada yang lucu.”
“Aku marah dengan pertanyaanmu?” Pelototnya sambil berkacak pinggang.
Aku gemes melihatnya, kutarik hidungnya. Virelly merenyut, dia ingin memukulku. Aku berlari menggodanya. Sambil tertawa terus menggoda. Sekali waktu aku sengaja berhenti. Ketika tangannya memukulku, aku menangkapnya dan menariknya kedalam pelukanku. Virelly meronta. Aku semakin kuat mendekapnya. Rasa hangat merambat kesekujur tubuhku. Virelly terdiam. Ketika kukecup keningnya, Virelly memejamkan mata. Kupagut bibirnya yang sensi dengan lembut, walaupun sebenarnya hati ini gemes ingin menggigitnya.
Virelly tersentak, kulepaskan pelukanku. Raut wajahnya memerah dan memalingkan tubuhnya melangkah ketepian candi. Kuhampiri, berdiri disampingnya. Menatap awan yang berarak mengikuti hembusan angin.
“Relly, lihatlah sepasang burung tekukur yang berterbangan diatas pohon. Mereka begitu bahagia, mereka mengerti tentang cinta. Tentang kasih sayang.”
“Aku mengerti, tapi terkadang ada tangan-tangan jahat yang menghancurkan cinta dan kasih sayangnya.” Suaranya pelan.
“Oh ya, Rom.. Aku mau menjawab pertanyaanmu yang tadi itu. Kenapa aku mengubah penampilanku. Aku tidak ingin seperti kakak ku, dulu dia seperti aku. Rambutnya panjang, kelihatan lugu dan baik didepanku. Tapi ternyata dia pergi dengan lelaki dan tak pernah kembali. Tidak pernah memikirkan adiknya seorang diri dirumah. Dan yang paling menyakitkan, aku mendengar dari Om Andi, kalau kak Rasty telah terjun kedunia hitam. Aku benci dengan penampilan kakaku. Munafik,.. dari luar cantik Tapi dalamnya bau bangkai.” Virelly benar-benar sangat membenci kakaknya.
“Kamu salah paham Rell, kakakmu tidak seperti yang kamu bayangkan. Kakak kamu sangat menderita.” Kucoba untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada kakaknya.
“Biarkan saja dia menderita karena ulahnya sendiri.”
“Relly, dengarkan aku...
“Cukup Rom,.. Tak perlu kamu membelanya. Semua sudah kukubur kenangan-kenangan manis kami. Aku tak ingin Arwah kedua orang tuaku semakin sedih.”
“Justru sikap kamu yang membuat mereka bersedih Rell! Kamu egois, kamu... “ Aku tak meneruskan kata-kataku. Virelly melangkah bergegas meninggalkanku. Sepertinya dia marah sekali.
“Relly!... Relly!....” Aku mengejarnya.
”Rell, tunggu Rell... “ Aku sudah berada disampingnya dan menangkap tangannya.
“Rell, maafkan aku. Aku tak bermaksud menyakiti hatimu. Aku hanya ingin kalian bahagia seperti dulu, waktu masih kanak-kanak. Kalian selalu rukun dan akur.”
“Rom, dengerin ya... Kalau kamu masih mau dekat denganku, jangan kau campuri urusan keluargaku dan jangan paksa aku untuk memaafkan kakak ku.” Relly sungguh-sungguh menatapku tajam, seakan matanya mengancam aku. Aku tak habis pikir kenapa hatinya keras seperti baja.
Senja sepenggal lagi akan kelam ditelan kegelapan. Berganti malam, yang akan menina bobokan sang Surya dan berganti Rembulan yang bermata teduh dan bersinar lembut. Yang tak pernah gelisah dalam kesendirian dan tak iri dengan sang Bintang yang indah bertaburan, dan selalu jadi hiasan kata-kata pujangga.
Selesai mandi, aku tercenung didepan kaca. Kupandangi wajahku, buram terkontaminasi dengan pikiranku, kegelisahanku, tentang Virelly. Aku tak mengerti, Relly mencintaiku tapi hanya untuk didalam mimpi. Aku dapat merasakan kalau Relly juga mencintaiku. Pasti ada sesuatu dalam diri Relly. Aku harus tau, dan mengungkapnya.
“Relly,.. ini tantangan bagiku. Tunggulah sayang... Cintamu bukan hanya dimimpi, tapi nyata sayang, dalam pelukan cintaku.” Batinku tersenyum semangat, tidak seperti cermin yang menampilkan wajahku dengan senyum yang kecut. Tapi bagaimana caranya meluluhkan hatinya, untuk menyatukan dua kakak beradik? Rasty juga belum selesai kisahnya, kenapa dia bisa menikah dengan makhluk hitam itu? Aku harus mendapatkan semuanya dengan lengkap. Dan membutuhkan kerja extra.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar